Ini adalah hasil foto rontgen Marco Simoncelli Foto rontgen cervical ini terlihat tulang cervical dari Marco Simoncelli yang patah. Masih ingat kejadian Marco Simoncelli yang terjatuh dari motor nya saat di Sirkut Internasional Serpang, Malaysia.Kejadin kecelakan nya pada tangal 23 Oktober 2011 yang memgakibat meninggal nya Rokkie (pembalap muda) Marco simoncelli. Kejadiaa Marco Simoncelli terlibat kecelakaan dengan Collin Edward dan Valentino Rossi, Simoncelli terjatuh di tikungan ke 11di Sirkuit Serpang,malaysia yang tertabrak oleh Collin Edward . Simoncelli hanya berbaring diam di lintasan sirkuit dan langsung dibawa ke pusat medis Sirkut Serpang. Dan pada pada pukul 16.56 waktu setempat Simoncelli dinyatakan meninggal dunia karena mengalami luka serius 'Trauma serius di kepala,leher dan dada nya.
Sabtu, 18 Januari 2014
HASIL FOTO RONTGEN PEMBALAP MOTOGP MARCO CIMONCELLI
Hasil Foto Rontgen Cervical Pembalap MotoGP Marco Simoncelli
Label:
cervical,
marco simoncelli,
motogp,
rontgen,
sinar x
Lokasi:
Jakarta, Indonesia
Jumat, 17 Januari 2014
RADIOTERAPI.....
RADIOTERAPI
Radioterapi atau disebut juga terapi radiasi adalah terapi menggunakan
radiasi yang bersumber dari energi radioaktif. Cukup banyak dari penderita kanker yang
berobat ke rumah sakit menerima terapi radiasi. Kadang radiasi yang diterima
merupakan terapi tunggal, kadang dikombinasikan dengan kemoterapi dan/atau operasi pembedahan.
Tidak jarang pula seorang penderita kanker menerima
lebih dari satu jenis radiasi.
Terapi radiasi yang juga disebut radioterapi, irradiasi, terapi
sinar-x, atau istilah populernya "dibestral" ini bertujuan untuk
menghancurkan jaringan kanker. Paling tidak untuk mengurangi ukurannya atau
menghilangkan gejala dan gangguan yang menyertainya. Terkadang malah digunakan
untuk pencegahan (profilaktik). Radiasi menghancurkan material genetik sel
sehingga sel tidak dapat membelah dan tumbuh lagi.
Tidak hanya sel kanker yang hancur oleh radiasi. Sel normal juga.
Karena itu dalam terapi radiasi dokter selalu berusaha menghancurkan sel kanker
sebanyak mungkin, sambil sebisa mungkin menghindari sel sehat di sekitarnya.
Tetapi sekalipun terkena, kebanyakan sel normal dan sehat mampu memulihkan diri
dari efek radiasi. Radiasi bisa digunakan untuk mengobati hampir semua jenis
tumor padat termasuk kanker otak, payudara, leher rahim, tenggorokan,
paru-paru, pankreas, prostat, kulit, dan sebagainya, bahkan juga leukemia dan
limfoma. Cara dan dosisnya tergantung banyak hal, antara lain jenis kanker,
lokasinya, apakah jaringan di sekitarnya rawan rusak, kesehatan umum dan
riwayat medis penderita, apakah penderita menjalani pengobatan lain, dan
sebagainya.
Terapi radiasi banyak jenisnya. Secara garis besar terbagi atas
radiasi eksternal (menggunakan mesin di luar tubuh), radiasi internal
(susuk/implant), serta radiasi sistemik yang mengikuti aliran darah ke seluruh
tubuh. Yang paling banyak digunakan adalah radiasi eksternal. Sebagian
merupakan perpaduan antara radiasi eksternal dan internal atau sistemik. Kedua
jenis radiasi kadang diberikan bergantian, kadang bersamaan.
JENIS-JENIS
RADIOTERAPI
Jenis jenis radioterapi ada 3
yaitu :
·
Jenis Radiasi
Eksternal
Radiasi jenis ini bisa menghancurkan
hampir semua jenis kanker dan bisa dijalani oleh pasien rawat jalan (tidak
perlu opname). Juga bisa digunakan untuk menghilangkan nyeri dan gangguan lain
yang lazim dialami oleh penderita kanker yang sudah metastase (menyebar).
Kadang diberikan bersamaan dengan
operasi/pembedahan, yaitu kalau kankernya belum menyebar tetapi tidak bisa
diangkat seluruhnya, atau dikhawatirkan akan tumbuh lagi di sekitarnya.
Tindakan dilakukan setelah jaringan utama kanker diangkat, sebelum luka bedah
ditutup kembali lokasi bekas kanker diradiasi. Cara yang disebut intraoperative
radiation therapy (IORT) ini terutama digunakan pada kanker thyroid, usus,
pankreas, dan rahim (termasuk indung telur, leher rahim, mulut rahim, dan
sekitarnya).
Radiasi eksternal juga diberikan
sebagai pencegahan (prophylactic cranial irradiation, PCI), misalnya pada
penderita kanker paru radiasinya diarahkan ke otak supaya sel kanker tidak
menjalar ke otak.Terapi radiasi eksternal tidak membuat penderita menjadi
radioaktif (memancarkan radiasi ke sekitarnya). Jadi tidak berbahaya bagi
orang-orang di sekitarnya.
·
Jenis Radiasi Internal (Brachytherapy)
sumber radiasi berupa susuk/implant
berbentuk seperti kabel, pita, kapsul, kateter, atau butiran kecil berisi
isotop radioaktif iodine, strontium 89, fosfor, palladium, cesium, iridium,
fosfat, atau cobalt, yang ditanamkan tepat di jaringan kanker atau di dekatnya.
Cara ini lebih efektif membunuh sel kanker sekaligus memperkecil kerusakan
jaringan sehat di sekitar sasaran radiasi.
Radiasi internal sering digunakan untuk
mengobati kanker di daerah kepala dan leher, thyroid, prostat, leher rahim,
kandungan, payudara, sekitar selangkangan, dan di saluran kencing.Susuk
radioaktif ini ada yang ditanam selama beberapa menit saja (dosis tinggi), ada
yang selama beberapa hari (dosis rendah), ada juga yang dibiarkan di dalam
tubuh tanpa diangkat lagi.
Selama menjalani terapi ini penderita
sedikit radioaktif, khususnya di sekitar lokasi susuk, tetapi secara
keseluruhan tubuh penderita tidaklah radioaktif. Untuk mencegah hal-hal yang
tidak diinginkan, penderita perlu menjalani rawat inap dengan beberapa batasan.
Misalnya, dirawat di ruang tersendiri. Pendamping boleh melayani penderita,
tetapi tidak terus-menerus berada di sisinya. Begitu juga tamu yang bezuk
dibatasi waktunya. Wanita hamil dan anak-anak di bawah usia 18 tahun tidak
boleh berkunjung. Tetapi setelah implant radioaktif ini diambil lagi, penderita
sama sekali tidak radioaktif.
·
Jenis Radiasi Sistemik
Pada radiasi sistemik, bahan
radioaktif sebagai sumber radiasi ditelan seperti obat atau disuntikkan, yang
kemudian mengikuti aliran darah ke seluruh tubuh. Radiasi ini digunakan untuk
mengobati kanker thyroid dan non-Hodgkin’s lymphoma.
Sisa-sisa bahan radioaktif yang
tak terpakai keluar dari tubuh melalui air liur, keringat, dan air kencing.
Dalam kurun waktu tertentu cairan ini bersifat radioaktif, tetapi sesudahnya
tidak lagi. Itu sebabnya penderita yang menjalani radiasi sistemik perlu
menjalani rawat inap.
Teknik Radioterapi
Berbagai teknik radiasi terus
dikembangkan untuk mendapatkan hasil yang makin optimal. Antara lain:
·
Radiasi Tiga Dimensi
Dengan menggunakan alat-alat
canggih semacam computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI),
positron emission tomography (PET), atau single photon emission computed
tomography (SPECT), lokasi, ukuran, dan bentuk kanker bisa diketahui dengan pasti.
Berdasar data itu, kemudian dirancang suatu pola radiasi yang sesuai,
sedemikian rupa sehingga pancaran radiasi bisa mengenai seluruh jaringan kanker
tanpa menyentuh sel sehat di sekitarnya. Dengan cara ini radiasi bisa diberikan
dalam dosis tinggi. Sering digunakan untuk mengobati kanker prostat, paru-paru,
hati, nasofaring, dan beberapa jenis kanker otak.
·
Stereotactic Radiosurgery
Lazim digunakan untuk mengobati kanker otak. Penderita mengenakan alat semacam
helm yang bisa memancarkan radiasi dari berbagai arah. Dengan alat ini, dosis
dan sasaran radiasi bisa diukur dengan tepat, nyaris tanpa mengganggu jaringan
di sekitarnya. Beda dengan bedah otak konvensional, “bedah radiasi” ini tidak
sakit, tidak menyebabkan perdarahan, dan tidak mempunyai risiko infeksi.
·
Stereotactic radiotherapy
Prinsipnya mirip dengan
stereotactic radiosurgery, tetapi menggunakan alat yang bisa bergerak bebas
mengitari tubuh pasien. Dengan demikian bisa digunakan untuk mengobati kanker
otak maupun kanker di bagian tubuh yang lain. Bedanya adalah, stereotactic radiotheraphy
diberikan dalam dosis kecil beberapa kali sehari untuk mengurangi efek samping.
·
Radioimmunotherapy[
Kini radiasi juga dikombinasikan
dengan imunoterapi. Antibodi khusus kanker disuntikkan ke dalam tubuh setelah
sebelumnya “ditempeli” materi radioaktif. Di dalam tubuh otomatis antibodi akan
mencari zat (antigen) yang diproduksi oleh sel kanker. Setelah ketemu, sel
kanker dihancurkan oleh materi radioaktif yang dibawanya.
Cara ini sangat tertarget,
mencegah risiko rusaknya sel sehat. Sering digunakan untuk pengobatan
non-Hodgkin’s lymphoma, dan sedang dalam tahap uji klinis untuk pengobatan
leukemia, kanker usus, kanker hati, paru-paru, otak, prostat, thyroid,
payudara, kandungan, dan pankreas.
Proses Radioterapi
Terapi radiasi biasanya diberikan
setiap hari, lima hari dalam seminggu, selama 6-7 minggu berturut-turut.
Tergantung ukuran, lokasi, jenis kanker, kesehatan penderita secara umum, dan
pengobatan lain yang diberikan. Tetapi untuk keperluan paliatif (misalnya
menghilangkan nyeri pada kanker yang bemetastasis ke tulang), biasanya cukup
2-3 minggu.
Terapi itu sendiri setiap kali
hanya berlangsung 1-5 menit. Penderita tidak akan merasakan apa pun selama
terapi berjalan, tidak lebih seperti menjalani foto Rontgen (X-ray). Tetapi
selama menjalani terapi penderita harus diam, tidak bergerak sama sekali, agar
pancaran radiasinya tepat mengenai sasaran. Untuk itu bisa dibuatkan masker
atau penyangga agar bagian tubuh yang akan dilakukan radioterapi tidak berubah
posisi.
Persiapan
Persiapan radioterapi untuk
beberapa bagian tubuh kadang diperlukan semacam topeng/cangkang (shell)
untuk membuat bagian tubuh yang akan dilakukan radioterapi tidak bergerak.[1]
Efek Samping
Efek samping terapi radiasi
tidak selalu muncul, tetapi ada yang mengalaminya, menimbulkan rasa tidak
nyaman, bahkan kadang cukup parah. Ada yang merasakan beberapa hari/minggu
sejak terapi dimulai (dan menghilang beberapa waktu setelah radiasi
dihentikan), ada juga yang efek sampingnya baru muncul beberapa bulan atau
beberapa tahun kemudian. Yang begini biasanya bersifat kronik/permanen.
Berbeda dengan kemoterapi yang efeknya
mengenai seluruh tubuh, khususnya sel-sel yang membelah dengan cepat, dan
relatif sama dari satu orang ke orang lain, efek samping radioterapi
berbeda-beda tergantung pada area tubuh yang diterapi. Yang paling umum adalah
rasa lemah tak bertenaga, yang biasanya muncul beberapa minggu setelah
radioterapi dimulai. Banyak yang menjadi penyebabnya. Bisa karena kurang darah,
stres, kurang tidur, nyeri, kurang nafsu makan, atau capai karena setiap hari
harus ke rumah sakit. Juga, selama radiasi tubuh membutuhkan banyak energi
untuk memulihkan sel-sel sehat yang rusak. Setelah terapi dihentikan, efek ini
lambat laun menghilang.
Perawatan
Kulit
Efek samping lain yang umum terjadi
adalah perubahan kulit pada area yang diterapi. Setelah beberapa kali biasanya
kulit tampak merah, gosong, lama-kelamaan mengering dan gatal. Tetapi ada juga
yang sebaliknya: kulit menjadi lembap, basah, dan mengalami iritasi/lecet,
terutama di lipatan-lipatan tubuh. Segeralah konsultasikan kepada dokter
sebelum terjadi infeksi.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk merawat kulit pada
area radiasi, yakni:
Kenakan pakaian berbahan katun yang
longgar. Hindari pakaian yang menempel ketat. Tanyakan dokter, bolehkah Anda
menggunakan sabun, krim, lotion, salep, parfum, bedak, minyak gosok, atau apa
pun pada kulit yang terkena radiasi itu. Jenis/merk apa? Jangan menggunakan
perekat di area tersebut. Jika perlu memasang perban di sana, mintalah petunjuk
dokter atau perawat. Jangan menggaruk, menggosok, atau menyikat kulit di area irradiasi.
Gunakan air suam-suam kuku (dan sabun yang lembut, kalau boleh) untuk
membasuhnya, kemudian keringkan dengan lembut dan hati-hati. Jangan menempelkan
kompres hangat ataupun dingin. Jika di sana ada rambut yang perlu dicukur,
gunakan pencukur listrik tanpa lotion ataupun sikat pembersih rambut. Lindungi
kulit dari sinar matahari menggunakan payung atau pakaian yang ringan. Jika
ingin menggunakan sunscreen/sunblock lotion, tanyakan pada dokter produk apa
yang sesuai.
Biasanya efek samping yang terjadi pada
kulit akan menghilang beberapa minggu setelah irradiasi dihentikan. Tetapi
kadang-kadang warna kulit tetap lebih gelap dibanding sekitarnya, dan lebih
sensitif terhadap sinar matahari.
Rambut
Rontok
Radioterapi di daerah kepala dapat
mengakibatkan rambut rontok sebagian atau seluruhnya. Tetapi setelah terapi
selesai rambut akan tumbuh lagi, walau tekstur dan warnanya mungkin sedikit
berbeda. Selama periode terapi sebaiknya kenakan topi lebar yang lembut atau
kerudung dari bahan katun. Jika ingin mengenakan wig, pastikan bagian tepinya
tidak menggesek kulit Anda.
Perawatan
Mulut
Radiasi di daerah kepala dan leher
kadang membuat gigi mudah keropos. Sebelum terapi dimulai sebaiknya datang ke
dokter gigi untuk perawatan mulut dan gigi, begitu juga selama radiasi
berjalan. Dokter gigi akan membantu mencegah munculnya efek samping di mulut
seperti gigi keropos, sariawan, dan mulut kering. Beberapa hal lain yang dapat
Anda lakukan adalah:
Bersihkan gusi dan gigi dengan sikat
yang lembut sedikitnya 4x sehari (sesudah makan dan menjelang tidur). Gunakan
pasta gigi yang mengandung fluoride tapi tidak mengandung zat-zat yang bersifat
abrasif. Jika terbiasa membersihkan gigi dengan benang gigi (dental floss),
bersihkan sela-sela gigi dengan hati-hati setiap hari. Larutkan ½ sendok teh
garam dan ½ sendok teh baking soda dalam segelas besar air hangat, dan
sering-sering berkumur dengannya. Jangan lupa bilas dengan air bersih/tawar.
Oleskan fluoride secara teratur menurut petunjuk dokter gigi. Sariawan pada
mulut dan tenggorokan biasanya muncul setelah 2-3 minggu radiasi dimulai, dan
baru akan menghilang sekitar sebulan setelah radiasi dihentikan. Mungkin juga
merasa sulit menelan, selain sakit juga karena ludah mengental menyebabkan
mulut terasa kering.
Mintalah obat pada dokter/dokter gigi
untuk merangsang produksi ludah dan mengurangi rasa sakit waktu menelan. Sering
meneguk air dingin (namun bukan air es) atau mengunyah permen karet akan sangat
membantu. Begitu juga makan makanan lunak dan berkuah.Jika memakai gigi Palsu,
mungkin perlu dilepas sementara. Karena kadang gusi sedikit bengkak, sehingga
gigi palsu terasa tidak nyaman bahkan mungkin melukai gusi dan menyebabkan
infeksi.
Radiasi
Dada dan Payudara
Radioterapi pada kanker payudara dapat
menyebabkan bahu agak sulit digerakkan –mintalah nasihat pada dokter tentang
senam ringan yang bisa membuatnya lemas kembali. Efek samping lainnya adalah
kulit menjadi sedikit gosong, iritasi, atau bengkak. Jika Anda baru saja
menjalani operasi lumpektomi atau mastektomi, selama radiasi sebaiknya tidak
usah mengenakan BH. Kalau tidak enak, kenakan BH katun yang lembut tanpa kawat
penyangga.
Efek lain yang sering terjadi pada
radiasi di daerah dada adalah sakit saat menelan, batuk, demam, dan sesak
napas. Jika batuk berlendir, bisa jadi warna dan tekstur lendirnya berubah,
tidak seperti biasanya. Tidak usah panik. Utarakan kepada dokter, yang tahu
persis bagaimana mengatasinya.
Mengatasi
Efek Samping Radiasi Perut
Terapi radiasi pada daerah perut dapat
menyebabkan perut mulas, mual, maupun diare. Jangan minum obat apa pun kecuali
dokter yang memberikan. Untuk menghindari mual, makan dengan jarak waktu 1-2
jam sebelum atau setelah radiasi. Tetapi bisa juga rasa mulas, mual, maupun
diare itu hanya sekedar karena tegang menghadapi terapi itu. Usahakan bersikap
santai saja.
Pada minggu ketiga atau keempat sering
muncul diare. Mintalah obat pada dokter, juga nasihat tentang perubahan menu
makanan. Beberapa hal berikut juga dapat membantu:
Kurangi makanan berserat seperti
sayur-sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian. Lebih baik diminum sarinya saja
(dijus kemudian disaring), agar tidak kekurangan vitamin dan mineral. Kurangi
makanan yang menimbulkan gas, berlemak, atau terlalu berbumbu. Makan sedikit
tetapi sering. Perbanyak mengonsumsi cairan bening (air, teh, kaldu, kuah sup,
sari buah, dsb), hindari minuman yang mengandung caffeine. Lanjutkan diet itu
sampai dua minggu sesudah radioterapi selesai. Kemudian secara bertahap
makanlah diet yang wajar seperti semula.Pengaturan diet merupakan hal yang
sangat penting bagi penderita yang menjalani radiasi di daerah perut. Untuk
menjaga kondisi tubuh dan menggantikan nutrisi yang hilang karena muntah atau
diare, upayakan selalu makan makanan padat gizi.
KEDOKTERAN NUKLIR UNTUK DIAGNOSTIK ...
Kedokteran Nuklir
Ilmu Kedokteran Nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan, untuk mempelajari perubahan fisiologi, anatomi dan biokimia, sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi dan penelitian kedokteran. Pada kedokteran Nuklir, radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien (studi invivo) maupun hanya direaksikan saja dengan bahan biologis antara lain darah, cairan lambung, urine da sebagainya, yang diambil dari tubuh pasien yang lebih dikenal sebagai studi in-vitro (dalam gelas percobaan).
Pada studi in-vivo, setelah radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien melalui mulut atau suntikan atau dihirup lewat hidung dan sebagainya maka informasi yang dapat diperoleh dari pasien dapat berupa:
- Citra atau gambar dari organ atau bagian tubuh pasien yang dapat diperoleh dengan bantuan peralatan yang disebut kamera gamma ataupun kamera positron (teknik imaging)
- Kurva-kurva kinetika radioisotop dalam organ atau bagian tubuh tertentu dan angka-angka yang menggambarkan akumulasi radioisotop dalam organ atau bagian tubuh tertentu disamping citra atau gambar yang diperoleh dengan kamera gamma atau kamera positron.
- Radioaktivitas yang terdapat dalam contoh bahan biologis (darah, urine dsb) yang diambil dari tubuh pasien, dicacah dengan instrumen yang dirangkaikan pada detektor radiasi (teknik non-imaging).
Data yang diperoleh baik dengan teknik imaging maupun non-imaging memberikan informasi mengenai fungsi organ yang diperiksa. Pencitraan (imaging) pada kedokteran nuklir dalam beberapa hal berbeda dengan pencitraan dalam radiologi.
Pada studi in-vitro, dari tubuh pasien diambil sejumlah tertentu bahan biologis misalnya 1 ml darah. Cuplikan bahan biologis tersebut kemudian direaksikan dengan suatu zat yang telah ditandai dengan radioisotop. Pemeriksaannya dilakukan dengan bantuan detektor radiasi gamma yang dirangkai dengan suatu sistem instrumentasi. Studi semacam ini biasanya dilakukan untuk mengetahui kandungan hormon-hormon tertentu dalam darah pasien seperti insulin, tiroksin dll.
Pemeriksaan kedokteran nuklir banyak membantu dalam menunjang diagnosis berbagai penyakitseperti penyakit jantung koroner, penyakit kelenjar gondok, gangguan fungsi ginjal, menentukan tahapan penyakit kanker dengan mendeteksi penyebarannya pada tulang, mendeteksi pendarahan pada saluran pencernaan makanan dan menentukan lokasinya, serta masih banyak lagi yang dapat diperoleh dari diagnosis dengan penerapan teknologi nuklir yang pada saat ini berkembang pesat.
Disamping membantu penetapan diagnosis, kedokteran nuklir juga berperanan dalam terapi-terapi penyakit tertentu, misalnya kanker kelenjar gondok, hiperfungsi kelenjar gondok yang membandel terhadap pemberian obat-obatan non radiasi, keganasan sel darah merah, inflamasi (peradangan)sendi yang sulit dikendalikan dengan menggunakan terapi obat-obatan biasa. Bila untuk keperluan diagnosis, radioisotop diberikan dalam dosis yang sangat kecil, maka dalam terapi radioisotop sengaja diberikan dalam dosis yang besar terutama dalam pengobatan terhadap jaringan kanker dengan tujuan untuk melenyapkan sel-sel yang menyusun jaringan kanker itu.
Di Indonesia, kedokteran nuklir diperkenalkan pada akhir tahun 1960an, yaitu setelah reaktor atom Indonesia yang pertama mulai dioperasikan di Bandung. Beberapa tenaga ahli Indonesia dibantu oleh tenaga ahli dari luar negeri merintis pendirian suatu unit kedokteran nuklir di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknik Nuklir di Bandung. Unit ini merupakan cikal bakal Unit Kedokteran Nuklir RSU Hasan Sadikin, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Menyusul kemudian unit-unit berikutnya di Jakarta (RSCM, RSPP, RS Gatot Subroto) dan di Surabaya (RS Sutomo). Pada tahun 1980-an didirikan unit-unit kedokteran nuklir berikutnya di RS sardjito (Yogyakarta) RS Kariadi (Semarang), RS Jantung harapan Kita (Jakarta) dan RS Fatmawati (Jakarta). Dewasa ini di Indonesia terdapat 15 rumah sakit yang melakukan pelayanan kedokteran nuklir dengan menggunakan kamera gamma, di samping masih terdapat 2 buah rumah sakit lagi yang hanya mengoperasikan alat penatah ginjal yang lebih dikenal dengan nama Renograf
Kamis, 16 Januari 2014
HERNIA NUKLEUS PULPOSUS
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah
suatu keadaan dimana sebagian atau keseluruhan dari nukleus pulposus yang
terdapat di tengah-tengah diskus intervertebralis menonjol keluar dari bagian
yang lemah pada diskus kedalam kanalis spinalis gangguan akibat merembes atau
melelehnya (hernia) lapisan atau bantalan permukaan ruas tulang belakang
(nucleus pulposus) dari ruang antar ruas tulang (discus intervertebralis). Hernia
Nucleus Pulposus (HNP) atau dikenal juga dengan Prolapsed Intervertebral Disc
(PID) adalah suatu penyakit dimana bantalan lunak diantara ruas-ruas tulang
belakang (soft gel disc atau Nucleus Pulposus) mengalami tekanan dan pecah,
sehingga terjadi penyempitan dan terjepitnya urat-urat syaraf yang melalui
tulang belakang kita.
Penyakit ini dapat terjadi pada seluruh ruas tulang belakang kita mulai dari tulang leher sampai tulang ekor (cervical, thoracal, lumbal atau sacrum). Daerah sakitnya tergantung di mana terjadi penjepitan, semisal di leher maka akan terjadi migrain atau sakit sampai ke bahu. Bisa juga terjadi penjepitan di tulang ekor, maka akan terasa sakit seperti otot tertarik pada bagian paha atau betis, kesemutan, bahkan sampai pada kelumpuhan. Penyakit ini juga sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 –S1 kemudian pada C5-C6 dan paling jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja tapi kejadiannya meningkat dengan umur setelah 20 tahun.
Penyakit ini dapat terjadi pada seluruh ruas tulang belakang kita mulai dari tulang leher sampai tulang ekor (cervical, thoracal, lumbal atau sacrum). Daerah sakitnya tergantung di mana terjadi penjepitan, semisal di leher maka akan terjadi migrain atau sakit sampai ke bahu. Bisa juga terjadi penjepitan di tulang ekor, maka akan terasa sakit seperti otot tertarik pada bagian paha atau betis, kesemutan, bahkan sampai pada kelumpuhan. Penyakit ini juga sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 –S1 kemudian pada C5-C6 dan paling jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja tapi kejadiannya meningkat dengan umur setelah 20 tahun.
2.2 Penyebab
Penyebab
HNP sendiri bermacam-macam, mulai dari gerakan yang salah sehingga tulang
punggung mengalami penyempitan kebawah, ada juga yang karena sering membawa
beban berat pada masa pertumbuhan sehingga pada saat dewasa tulang punggungnya
menyempit dan menjepit saraf, dan juga kebiasaan sikap tubuh yang salah selama bertahun-tahun
sehingga terjadi penyempitan pada tulang punggung dan penjepitan pada saraf.
Dapat juga disebabkan oleh faktor pekerjaan dan aktivitas misalnya duduk yang
terlalu lama, mengangkat atau menarik barang-barang berat, sering membungkuk
atau gerakan memutar pada punggung, latihan fisik yang terlalu berat, paparan
pada vibrasi yang konstan seperti supir, dan lain-lain. Hal-hal berikut juga
dapat menyebabkan HNP yaitu olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah
lama tidak berlatih, latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama. merokok
dimana nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus untuk
menyerap nutrient yang diperlukan dalam darah serta berat badan berlebihan,
terutama beban ekstra di daerah perut dapat menyebabkan strain pada punggung
bawah.
2.3 Anatomi
dan Fisiologi
Medula spinalis merupakan jaringan
saraf berbentuk colum vertical yang terbentang dari dasar otak, keluar dari
rongga cranium melalui foramen magnum, masuk ke canalis sampai setinggi segmen
lumbal 2. Medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan
kanan) yang terdiri atas : 8 pasang saraf cervical, 5 pasang saraf thorakal, 5
pasang saraf lumbal, 5 pasang saraf sacral dan 1 pasang saraf cogsigeal. Penampang
melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian bagian yaitu substansia grisea
(badan kelabu) dan substansia alba. Substansia grisea mengelilingi canalis
centralis sehingga membentuk kolumna dorsalis, columna lateralis dan columna
ventralis. Columna ini menyerupai tanduk yang disebut conv. Substansia alba
mengandung saraf myelin (akson). Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat
sendi antar corpus vertebra yang berdekatan, sendi antar arkus vertebra, sendi
kortovertebralis, dan sendi sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan discus intervertebralis
menghubungkan corpus vertebra yang berdekatan. Diantara corpus vertebra mulai
dari cervikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat discus
intervertebralis. Discus-discus ini membentuk sendi fobrokartilago yang lentur
antara dua vertebra. Discus intervertebralis terdiri dari dua bagian pokok :
nucleus pulposus di tengah dan annulus fibrosus disekelilingnya. Discus
dipisahkan dari tulang yang diatas dan dibawahnya oleh lempengan tulang rawan
yang tipis. Diskus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra satu sama
lain dari servikal sampai lumbal/sacral. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga
beban dan peredam kejut. Diskus intervertebralis terdiri dari dua bagian utama
yaitu :
a. Annulus fibrosus, yang terbagi menjadi tiga lapis yaitu lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan menyilang konsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya seakan-akan menyerupai gulungan per, lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagneus, dan daerah transisi. Serat annulus dibagian anterior diperkuat oleh ligament longitudinal anterior yang kuat sehingga discus intervertebralis tidak mudah menerobos daerah ini. Pada bagian posterior serat-serat annulus paling luar dan tengah sedikit dan ligamentum longitudinal posterior kurang kuat sehingga mudah rusak. Mulai daerah lumbal 1 ligamentum longitudinal posterior makin mengecil sehingga pada ruang intervertebra L5-S1 tinggal separuh dari lebar semula sehingga mengakibatkan mudah terjadinya kelainan didaerah ini.
a. Annulus fibrosus, yang terbagi menjadi tiga lapis yaitu lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan menyilang konsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya seakan-akan menyerupai gulungan per, lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagneus, dan daerah transisi. Serat annulus dibagian anterior diperkuat oleh ligament longitudinal anterior yang kuat sehingga discus intervertebralis tidak mudah menerobos daerah ini. Pada bagian posterior serat-serat annulus paling luar dan tengah sedikit dan ligamentum longitudinal posterior kurang kuat sehingga mudah rusak. Mulai daerah lumbal 1 ligamentum longitudinal posterior makin mengecil sehingga pada ruang intervertebra L5-S1 tinggal separuh dari lebar semula sehingga mengakibatkan mudah terjadinya kelainan didaerah ini.
b. Nucleus
pulposus, yang merupakan bagian tengah discus yang bersifat semigetalin,
nucleus ini mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung dan
sel-sel tulang rawan. Juga berperan penting dalam pertukaran cairan antar
discus dan pembuluh-pembuluh kapiler. Nukleus pulposus adalah suatu gel yang
mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai sifat sangat higroskopis.
Nukelus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan berperan menahan tekanan/beban.
Kemampuan menahan air dan dari nukleus pulposus berkurang secara progresif
dengan bertambahnya usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang ditandai
dengan penurunan vaskularisasi kedalam diskusi disertai berkurangnya kadar air
dalam nukleus sehingga diskus mengkerut, sebagai akibatnya nukelus menjadi kurang
elastis. Pada diskus yang sehat, bila mendapat tekanan maka nukleus pulposus
menyalurkan gaya tekan kesegala arah dengan sama besar. Kemampuan menahan air
mempengaruhi sifat fisik dari nukleus. Penurunan kadar air nukleus mengurangi
fungsinya sebagai bantalan, sehingga bila ada gaya tekan maka akan disalurkan
ke annulus secara asimetris akibatnya bisa terjadi cedera atau robekan pada
annulus.
2.4 Patogenesis
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami
hernisasi pulposus, kandungan air diskus berkurang bersamaan dengan
bertambahnya usia. Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi
yang membantu perubahan yang mengakibatkan herniasi nukleus purpolus melalui
anulus dengan menekan akar – akar syaraf spinal. Pada umumnya harniassi paling
besar kemungkinan terjadi di bagian koluma yang lebih mobil ke yang kurang
mobil (Perbatasan Lumbo Sakralis dan Servikotoralis) (Sylvia,1991, hal.249).
Sebagian besar dari HNP terjadi pada
lumbal antara VL 4 sampai L 5, atau L5 sampai S1. arah herniasi yang paling
sering adalah posterolateral. Karena radiks saraf pada daerah lumbal miring
kebawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena neuralis, maka herniasi discus
antara L 5 dan S 1.
Perubahan degeneratif pada nukleus
pulpolus disebabkan oleh pengurangan kadar protein yang berdampak pada
peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intra distal meningkat, menyebabkan
ruptur pada anulus dengan stres yang relatif kecil.
Sedang M. Istiadi (1986) mengatakan
adanya trauma baik secara langsung atau tidak langsung pada diskus inter
vertebralis akan menyebabkan komprensi hebat dan transaksi nukleus pulposus
(HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan mencari jalan keluar, dan melalui
robekan anulus tebrosus mendorong ligamentum longitudinal terjadilah herniasi.
Patogenesis HNP tidak hanya melibatkan
proses mekanik tetapi juga proses inflamasi. Proses mekanik dimulai tingkat
hidrasi nukleus pulposus yang berkurang dan kekuatan ligamen melemah hingga
struktur anulus fibrosus yang irregular terutama di bagian posterior. Munculnya
molekul-molekul proinflamasi semakin memperburuk degenerasi diskus. Akibatnya,
nukleus pulposus "keluar" dari tempatnya.
2.5 Prosedur
Diagnosis
Ada
berbagai macam prosedur diagnosis yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah
kita mengalami HNP atau tidak, yaitu :
a.
Laboratorium
melalui pemeriksaan daerah rutin dan cairan cerebrospinal.
b.
Foto
polos lumbosakral dapat memperlihatkan penyempitan pada keping sendi.
c.
CT
scan lumbosakral dapat memperlihatkan letak disk protusion.
d.
MRI
dapat memperlihatkan perubahan tulang dan jaringan lunak di vertebra serta
herniasi.
e.
Myelogram
dapat menunjukkan lokasi lesi untuk menegaskan pemeriksaan fisik sebelum
pembedahan.
f.
Elektromyografi
yang dapat menunjukkan lokasi lesi meliputi bagian akar saraf spinal.
g.
Epidural
venogram yang dapat menunjukkan lokasi herniasi.
h.
Lumbal
functur untuk mengetahui kondisi infeksi dan kondisi cairan cerebrospinal.
2.6 Gambaran
Klinis
HNP
lebih sering terjadi pada lumbal, sacrum dan cervical. Nyeri yang disebabkan
oleh HNP dikenal sebagai iskhialgia diskogenik atau siatika, yaitu nyeri
sepanjang perjalanan nervus ischiadikus. Level segmen tulang belakang yang
terkena akan mempengaruhi daerah nyeri sesuai distribusi dermatom. Nyeri
digambarkan sebagai nyeri yang tajam, berpangkal pada bagian bawah pinggang dan
menjalar ke lipatan bokong tepat di pertengahan garis tersebut. Dari titik
tersebut ke lipatan lutut terasa ngilu, dan dari lipatan lutut ke maleolus
eksterna terasa kurang enak atau parestesia atau hipestesia. Pada kasus yang
lebih parah, dapat terjadi defisit motorik dan melemahnya refleks. Jika radiks
yang terkena penonjolan diskus adalah L5-S1, maka ujung nyeri iskhialgik adalah
hipestesia atau parestesia yang melingkari maleolus eksternus dan menuju ke
jari kaki ke-4 dan ke-5. Diskus yang mengalami herniasi dapat menekan ujung
saraf di kauda equine sehingga dapat menyebabkan sindrom kauda equina dimana
terjadi saddle anasthesia sehingga menyebabkan nyeri kaki bilateral, hilangnya
sensasi perianal (anus), paralisis kandung kemih, dan kelemahan otot sfingter.
Sakit pinggang yang diderita pun akan semakin parah jika duduk, membungkuk,
mengangkat beban, batuk, meregangkan badan, dan bergerak. Syndrom perkembangan
lengkap syndrom sendi intervertebral lumbalis yang prolaps terdiri dari kekakuan/ketegangan,
kelainan bentuk tulang belakang.Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki.
Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan
kelemahan refleks. Gambaran klinis
hernia cervicalis adalah parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah
extremitas (sevikobrachialis), atrofi di daerah biceps dan triceps, refleks
biceps yang menurun atau menghilang dan otot-otot leher menjadi kaku. Berikut
adalah tanda dan gejala yang di timbulkan :
1) Nyeri
punggung yang menyebar ke ekstremitas bawah.
2) Spasme
otot.
3) Peningkatan
rasa nyeri bila batuk, mengedan, bersin, membungkuk, mengangkat beban berat,
berdiri secara tiba-tiba.
4) Kesemutan,
kekakuan, kelemahan pada ekstremitas.
5) Deformitas.
6) Penurunan
fungsi sensorik dan motorik.
7) Konstipasi,
kesulitan saat defekasi dan berkemih.
8) Tidak
mampu melakukan aktifitas yang biasanya dilakukan.
2.7 Diferensial
Diagnosis
Diferensial diagnosis atau sering
disingkat DD adalah metode
sistematis yang digunakan untuk mengidentifikasi kondisi, sindrom atau gangguan
yang menyebabkan pasien tanda-tanda dan gejala atau proses dimana kondisi
tertentu atau keadaan, yang disebut masalah yang diajukan atau keluhan utama,
yang diperiksa dalam hal yang mendasari faktor penyebab dan fenomena rangkap
sebagai dilihat oleh perspektif disipliner yang sesuai dan menurut beberapa
paradigma teoritis atau kerangka acuan, dan dibandingkan untuk kategori
diketahuinya suatu patologi. DD dilakukan oleh para ahli misalnya dokter atau
psikiater. DD dari penyakit HNP adalah strain lumbal, tumor dan rematik.
2.8 Komplikasi
Komplikasi dari HNP adalah kelemahan dan
atrofi otot, trauma serabut syaraf dan jaringan lain, kehilangan kontrol otot
sphinter, paralis / ketidakmampuan pergerakan, perdarahan dan infeksi serta
inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal.
2.9 Pengobatan
Pengobatan
HNP dapat melalui 2 cara yaitu terapi dan operasi. Pererapan terapi pada pasien
HNP dapat berupa konservatif: istirahat mutlak di tempat tidur, terapi
farmakologis, fisioterapi, latihan, traksi, dan korset pinggang. Terapi
operatif dilakukan jika ditemukan indikasi, antara lain terdapat sindrom kauda
equine, mengalami defisit neurologis progresif, mengalami defisit neurologis
yang nyata, dan rasa sakit yang menetap dan semakin parah empat sampai enam
minggu setelah terapi konservatif. Sedangkan jika dilakukan operasi, jenis
pembedahan yang bisa dilakukan pada pasien HNP adalah Laminektomi (pemotongan
sebagian lamina di atas atau di bawah saraf yang tertekan), Laminektomi
(pemotongan sebagian besar lamina atau vertebra), dan Disektomi (pemotongan
sebagian atau keseluruhan diskus intervertebralis). Sementara, ada juga yang
disebut Minimally Invasive Operation. Dengan cara ini, insisi yang diperlukan
tidak lebar, dimungkinkannya visualisasi lokasi patologi melalui mikroskop atau
endoskop, trauma pembedahan yang dialami pasien jauh lebih sedikit, dan pasien
dapat pulih lebih cepat.
EFEK RADIASI PADA TUBUH MANUSIA ...
Efek Radiasi pada Tubuh Manusia
Penggunaan radiasi dalam dunia kedokteran terus menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu. Dalam dunia kedokteran, radiasi menjadi salah satu alat penunjang yang sangat penting, yang pemanfaatannya meliputi tindakan-tindakan radiodiagnosis, radioterapi, dan kedokteran nuklir. Ketiga jenis radiasi tersebut mempunyai sumber radiasi yang spesifikasi fisiknya berbeda-beda dengan faktor risiko yang berbeda-beda pula.
Untuk itu, semua pemakaian radiasi, baik untuk diagnosis, terapi, maupun kedokteran nuklir, harus selalu melalui proses justifikasi dan optimasi agar pasien mendapatkan keuntungan sebesar mungkin dengan risiko sekecil mungkin. Pengkajian risiko akibat paparan radiasi biasanya didasarkan pada konsep dosis efektif yang diterima oleh tubuh.
Interaksi berkas sinar/radiasi dengan tubuh selalu menghasilkan suatu distribusi dosis dalam organ tubuh yang sangat sulit diukur secara langsung, sehingga penyerapan energi langsung pada tubuh akan terlihat melalui efek-efek biologis radiasi, baik secara langsung (dalam jam, hari, minggu) maupun tidak langsung (dalam bulan atau tahun).
Anatomi Dasar Sel Manusia
Tubuh manusia pada prinsipnya terdiri dari berjuta-juta sel. Sel manusia terdiri atas 2 (dua) bagian besar, yakni inti (nukleus) dan plasma sel (sitoplasma). Inti (nukleus) dilapisi oleh sebuah membran yang mempunyai pori-pori yang memungkinkan terjadinya perpindahan bahan-bahan dari dalam inti sel ke plasma atau sebaliknya. Lapisan yang membungkus inti ini dinamakan "nuclear membrane", sedangkan pori-porinya dinamakan "nuclear pore". Lapisan tipis ini juga memungkinkan perpindahan bahan-bahan dari satu sel ke sel lainnya.
Organ sel yang terdapat di dalam inti sel :
- Nukleus, yakni suatu
organ dalam inti yang terlihat jelas di dalam sel. Peranannya belum
diketahui dengan pasti, namun dicurigai kemungkinan berperan dalam
pembedahan sel (mutasi).
- Kromosom, adalah
organ sel yang mempunyai peranan penting bagi penyimpanan segala informasi
yang berhubungan dengan masalah keturunan atau karakteristik dasar manusia
(bears of hereditary information).
Setiap individu kromosom, baik outsome ataupun kromosom seks, pada dasarnya terbentuk dari suatu rangkaian yang panjang sekali dari bahan kimiawi, yang dinamakan sebagai molekul deoxyribose nucleid acid atau DNA. Ia merupakan pemegang utama instruksi genetik atau informasi herediter dari sel-sel tersebut. Bila dirinci lebih jauh, sebuah kromosom pada dasarnya terdiri atas bagian-bagian yang lebih kecil yang dinamakan gen.
Beberapa Faktor yang Mengakibatkan Terjadinya Efek Radiasi pada Tubuh
Radiasi dapat mengganggu fungsi normal tubuh manusia, dari taraf yang paling ringan hingga fatal. Derajat taraf ini tergantung pada beberapa faktor:
- Jenis radiasi
- Radiasi
eksterna: merupakan radiasi yang berasal dari luar tubuh manusia yang
dapat memberikan radiasi total pada tubuh atau partial/sebagian. Radiasi
dari sumber alpha dan beta yang berkekuatan kurang dari 65 KeV, tidak
cukup kuat untuk menembus kulit manusia, sehingga tidak berbahaya.
Radiasi dari sumber sinar-X dan gamma serta neutron lain yang lebih besar
dari 65 KeV, cukup kuat untuk menembus kulit manusia sehingga cukup
berbahaya.
- Radiasi
interna, adalah masuknya radionuklida pada tubuh manusia melalui saluran
pernapasan, saluran pencernaan, dan luka pada kulit.
- Lamanya penyinaran.
- Jarak sumber dengan
tubuh.
- Ada tidaknya penghalang antara sumber dengan tubuh.
Apabila tubuh manusia terkena radiasi maka partikel-partikel radiasi akan secara langsung mengadakan interaksi dengan bagian yang terkecil dari sel, yakni atom-atom yang ada di sel. Adapun interaksi tersebut dapat berlangsung secara langsung maupun tidak langsung.
Interaksi langsung terjadi apabila penyerapan energi langsung pada molekul-molekul organik dalam sel yang mempunyai arti biologik penting, seperti DNA. Sedangkan interaksi radiasi tidak langsung terjadi bila interaksi radiasi dengan molekul-molekul air dalam sel berlangsung lebih dahulu, kemudian efeknya mengenai molekul-molekul organik yang penting. Hal ini terjadi karena 80% tubuh manusia terdiri dari air. Akibat interaksi ini, terjadi proses ionisasi atau eksitasi atom-atom dalam sel yang bisa menyebabkan terjadinya perubahan struktur kimiawi dari molekul DNA, atau terjadi mutasi titik (point mutation) dalam sel tersebut. Ini menyebabkan perubahan yang berat dari struktur kromosom (chromosome aberration).
Perubahan struktur kromosom kemungkinan menyebabkan kerusakan pada tingkatan tertentu dalam suatu organ. Hal ini akan terjadi pada sel yang peka terhadap radiasi (sensitive organ). Namun, bisa terjadi sebaliknya, yaitu akibat interaksi dengan radiasi bisa sembuh dengan sendirinya melalui proses biologis dalam sel, disebut dengan proses perbaikan sendiri (cell repair). Hal ini tergantung pada kemampuan dan macam sel yang bersangkutan. Jika perbaikannya tidak sempurna, akan menghasilkan sel yang tetap hidup, tetapi sudah berubah. Di lain pihak partikel radiasi dapat pula mengadakan interaksi dengan molekul air dalam sebuah sel. Dimungkinkan juga terjadi perubahan-perubahan sehingga terbentuk molekul-molekul baru, yaitu H2O2 dan HO2 yang amat beracun yang mengakibatkan kerusakan-kerusakan jaringan tubuh.
Selain melalui kedua proses tersebut, radiasi dapat pula menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi kimiawi lain dalam organ atau jaringan tubuh, seperti reaksi protein denaturalisasi dan perubahan enzimatis. Juga reaksi hormonal dalam jaringan, yang pada akhirnya akan lebih mempercepat proses kerusakan yang kronis dan tetap, terutama pada organ-organ yang tetap.
Efek Biologis Akibat Interaksi antara Radiasi dan Jaringan Tubuh Manusia
Kemungkinan terjadinya efek biologis akibat interaksi radiasi dan jaringan tubuh manusia (terlepas dari berat atau ringannya akibat biologis tersebut), berbanding selaras dengan besarnya dosis radiasi yang mengenai jaringan tersebut. Semua dosis radiasi, besar atau kecil, bisa mengakibatkan pengaruh terhadap jaringan tubuh atau sel. Pengaruh dosis hanya diasosiasikan dengan besarnya kemungkinan bahwa akan terjadi suatu perubahan dalam suatu sel atau jaringan yang terkena radiasi tersebut, yang biasa disebut dengan "efek stokastik". Efek stokastik ini biasanya mempunyai kelainan dari organ yang bersifat kronis yang biasanya dihubungkan dengan terjadinya perubahan-perubahan genetik dalam sel-sel tersebut.
Selain dikenal dengan efek stokastik, juga dikenal dengan efek deterministik atau non-stokastik, yaitu jika sel dalam organ atau jaringan banyak yang mati atau tidak dapat lagi bereproduksi dan berfungsi secara normal, fungsi organ akan hilang. Hilangnya fungsi itu akan semakin parah bila jumlah sel yang menderita akibat bertambah.
Beberapa efek biologi pada tubuh manusia :
- Efek genetik
Efek biologi dari radiasi ionisasi pada generasi yang belum lahir disebut efek genetik. Efek ini timbul karena kerusakan molekul DNA pada sperma atau ovarium akibat radiasi. Atau, bila radiasi berinteraksi dengan makro molekul DNA, dapat memodifikasi struktur molekul ini dengan cara memecah kromosom atau mengubah jumlah DNA yang terdapat dalam sel melalui perubahan informasi genetik sel. Tipe ini dapat menimbulkan penyakit genetik yang diteruskan ke generasi berikutnya. - Efek somatik
Bila organisme (seperti manusia) yang terkena radiasi mengalami kerusakan biologi sebagai akibat penyinaran, efek penyinaran tersebut diklasifikasikan sebagai efek somatik. Efek ini tergantung pada lamanya terkena radiasi sampai pertama timbulnya gejala kerusakan radiasi. Selanjutnya diklasifikasikan sebagai efek somatik jangka pendek atau jangka panjang.
Efek ini timbul dalam waktu beberapa menit, jam, atau minggu sejak penyinaran radiasi. Efek dari dosis yang tinggi terlihat dengan gejala: mual, lemas, eritema (kemerahan abnormal di kulit), epilasi (rontoknya rambut), gangguan darah, gangguan entistimal, demam dan terkelupasnya lapisan luar kulit, berkurangnya jumlah sperma pada pria, kemandulan tetap atau sementara dari wanita dan pria, serta kerusakan sistem syaraf pusat (pada dosis radiasi yang sangat tinggi). Beberapa efek somatik jangka pendek:
- Sindrom radiasi akut
Sindrom radiasi akut terjadi setelah seluruh tubuh manusia menerima dosis radiasi ionisasi yang besar dalam waktu singkat. Sindrom radiasi akut ini termanifestasi dalam 4 tahap: - Tahap
prodromal: terjadi beberapa jam setelah penyinaran, dengan ciri-ciri
mual, muntah, diare, dan lemas.
- Tahap
laten: gejala seperti tahap prodromal, sudah tidak terlihat dalam satu
minggu.
- Tahap manifes: gejala ini terlihat pada akhir
minggu pertama atau setelah tahap laten. Beberapa gejalanya antara lain
bingung, epilasi, haus, diare yang parah, demam, infeksi, perdarahan, dan
gangguan kardiovaskular.
- Tahap
kesembuhan atau kematian: setelah mengalami ketiga tahap tersebut,
kemungkinan yang akan terjadi adalah kesembuhan atau kematian. Kematian
terjadi apabila seluruh tubuh menerima penyinaran dosis subtotal sebesar
2-3 Gray (200-300 rad), sedang kesembuahan terjadi dalam waktu 3 bulan.
- Sindrom hematopoetik
(sindrom tulang)
Terjadi setelah tubuh manusia menerima dosis radiasi sebesar 1-10 Gray (100-1000 rad). Penyinaran ini menyebabkan jumlah sel darah putih, sel darah merah, dan platelet dalam aliran darah akan berkurang. Juga dapat menimbulkan kerusakan sel-sel lain dalam organ sehingga sistem organ gagal berfungsi atau tubuh kehilangan kemampuan melawan infeksi. Dengan demikian, tubuh akan makin mudah terserang infeksi yang akhirnya mengalami perdarahan. - Sindrom
gastrointestinal
Pada manusia, sindrom gastrointestinal timbul pada dosis 1 Gray (100 rad), dengan gejala-gejala mual yang parah, muntah, diare, hilangnya nafsu makan, perdarahan pada saluran GI, infeksi, lemas, demam, anemia, ketidakseimbangan elektrolit, dan hilangnya cairan tubuh yang kemudian berakibat fatal, yaitu meninggal. Kejadian tersebut terjadi dalam waktu 3--5 hari setelah penyinaran. - Sindrom sistem saraf
pusat
Merupakan radiasi akut karena
dosis yang diterima sekitar 50 Gray(5000 rad). Orang yang terkena radiasi ini
akan menunjukkan gejala dis-orientasi serta syok, diiringi mual yang parah,
muntah, diare cair, terkaget-kaget disertai bingung dan kurang terkoordinasi,
serta rasa terbakar pada kulit. Juga edema, hilangnya keseimbangan, lemas,
kejang-kejang, ketidakseimbangan elektrolit, frustrasi, koma, dan kematian
karena gangguan kardiovaskular. Hasil akhir dari kerusakan ini adalah kegagalan
sistem saraf pusat yang menimbulkan kematian segera.
Efek somatik jangka panjang Efek ini timbul beberapa bulan atau tahun setelah terkena radiasi. Efek ini timbul akibat dosis radiasi yang tinggi atau dosis rendah yang kronis selama bertahun-tahun terhadap seluruh atau sebagian tubuh. Ada 4 tipe efek somatik jangka panjang:
- Karsinogenesis
Kanker pada manusia karena radiasi dapat timbul setelah 5 tahun atau lebih. Namun, sulit membedakan antara karena radiasi atau penyebab yang lain, karena keadaan fisiknya tidak berbeda. Contoh kanker karena radiasi antara lain: (a) Beberapa pekerja industri-industri pembuatan jarum radium di beberapa pabrik; (b) Pekerja tambang uranium; (c) Pekerja radiasi medis yang ceroboh dalam pekerjaannya. - Nodola dan karsinoma
tiroid
Terjadi setelah 20 tahun kemudian, akibat radiasi sinar-X yang harus diterima dengan dosis terapeutik (1.2 - 60 Gray). - Katarogenesis
Dosis radiasi ionisasi yang mengenai tubuh sebesar 1 Gray (100 rad) atau lebih dapat mendorong pembentukan katarak (opositas lensa mata). Hal ini berakibat kebutaan. - Embriologi
Semua makhluk hidup sangat sensitif terhadap radiasi selama tahap embrionik. Periode pembuahan, di mana embrio atau fetus terkena radiasi, dapat menimbulkan kematian atau gangguan kongenital tertentu. Perkembangan embrionik dalam kandungan dapat dibagi menjadi 3 tahap: Pertama, yaitu preimplantasi dan implantasi yang dimulai sejak proses pembuahan yang terjadi sampai umur 2 minggu. apabila terkena radiasi maka akan terjadi kematian pada embrionik tersebut. Kedua, yaitu organosis pada masa kehamilan 2-7 minggu. Efek yang mungkin timbul berupa malformasi tubuh dan kematian neonatal. Ketiga, yaitu tahap fetus pada usia kehamilan 8-40 minggu. Efek yang mungkin timbul berupa retardasi pertumbuhan dan retardasi mental. Risiko yang paling berat adalah terjadinya leukemia pada masa anak-anak.
Menurut International Commision Radiation Protection (ICRP-60) untuk orang dewasa sehat, dosis yang menyebabkan kematian pada 50% populasi yang terpajan radiasi seluruh tubuh dalam waktu 60 hari (Lethal Dose 50/60) berkisar antara 2,5-5 Gray (2500-5000 rad), dengan dosis rerata sekitar 3,5 Gray (3500 rad). Dengan demikian, seseorang diharapkan tidak akan mengalami kematian setelah terpajan radiasi seluruh tubuh dengan dosis di bawah 1 Gray (1000 rad) selama individu tersebut tidak dalam kondisi sakit sebelum terkena pajanan radiasi.
Bila dosis yang diterima antara 6-10 Gray, kebanyakan individu akan mengalami kematian, kecuali bila segera mendapat penanganan medis yang tepat untuk mencegah terjadinya infeksi dan perdarahan. Di atas 10 Gray, kematian akan terjadi meskipun telah dilakukan usaha seperti transplantasi sumsum tulang dari donor yang sesuai.
Agar efek biologis akibat radiasi tidak terjadi, atau bila harus terjadi di bawah dosis ambang, dalam pelaksanaan diperlukan prosedur penggunaan untuk menjamin terhindarnya dari pajanan radiasi .
Daftar Pustaka
- Alan martin &
Samuael A Habirsonm. Radiation Protection ,Third Edition.1986, 29
West 35 th Street, New York NY 1001
- Cris Edward.MA
Statkiewicz,E Rassel Ritenoar Radiation Protection for Dental
Radiographers, 1984 by CV Mosbay Company
- Diklat Proteksi
radiasi Departemen Kesehatan, Bahaya Radiasi bagi Manusia, 1985,
Jakarta, Badan tenaga Atom Nasional.
- Fuad Amsyari.
Radiasi Dosis Rendah dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan, 1989
Surabaya,Airlangga University Press.
- Suwarno Wiryosimin,
Mengenal Asas Proteksi Radiasi , 1995 Bandung, ITB.
- Zubaidah Alatas,
Status Mutakhir Efek Biologi Radiasi, Buletin ALARA,Volume 3,3 April
2001, Jakarta, Puslit Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir, Badan
Tenaga Nuklir Nasional.
Langganan:
Postingan (Atom)