Sabtu, 18 Januari 2014

HASIL FOTO RONTGEN PEMBALAP MOTOGP MARCO CIMONCELLI

Hasil Foto Rontgen Cervical Pembalap MotoGP Marco Simoncelli



Ini adalah hasil foto rontgen Marco Simoncelli Foto rontgen cervical ini terlihat tulang cervical dari Marco Simoncelli yang patah. Masih ingat kejadian Marco Simoncelli yang terjatuh dari motor nya saat di Sirkut Internasional  Serpang, Malaysia.Kejadin kecelakan nya pada tangal 23 Oktober 2011 yang memgakibat meninggal nya Rokkie (pembalap muda) Marco simoncelli. Kejadiaa Marco Simoncelli terlibat kecelakaan dengan Collin Edward dan Valentino Rossi, Simoncelli terjatuh di tikungan ke 11di Sirkuit Serpang,malaysia yang tertabrak oleh Collin Edward . Simoncelli hanya berbaring diam di lintasan sirkuit dan langsung dibawa ke pusat medis Sirkut Serpang. Dan  pada pada pukul 16.56 waktu setempat Simoncelli dinyatakan meninggal dunia karena mengalami luka serius 'Trauma serius di kepala,leher dan dada nya.

Jumat, 17 Januari 2014

RADIOTERAPI.....


RADIOTERAPI
Radioterapi atau disebut juga terapi radiasi adalah terapi menggunakan radiasi yang bersumber dari energi radioaktif. Cukup banyak dari penderita kanker yang berobat ke rumah sakit menerima terapi radiasi. Kadang radiasi yang diterima merupakan terapi tunggal, kadang dikombinasikan dengan kemoterapi dan/atau operasi pembedahan. Tidak jarang pula seorang penderita kanker menerima lebih dari satu jenis radiasi.
Terapi radiasi yang juga disebut radioterapi, irradiasi, terapi sinar-x, atau istilah populernya "dibestral" ini bertujuan untuk menghancurkan jaringan kanker. Paling tidak untuk mengurangi ukurannya atau menghilangkan gejala dan gangguan yang menyertainya. Terkadang malah digunakan untuk pencegahan (profilaktik). Radiasi menghancurkan material genetik sel sehingga sel tidak dapat membelah dan tumbuh lagi.
Tidak hanya sel kanker yang hancur oleh radiasi. Sel normal juga. Karena itu dalam terapi radiasi dokter selalu berusaha menghancurkan sel kanker sebanyak mungkin, sambil sebisa mungkin menghindari sel sehat di sekitarnya. Tetapi sekalipun terkena, kebanyakan sel normal dan sehat mampu memulihkan diri dari efek radiasi. Radiasi bisa digunakan untuk mengobati hampir semua jenis tumor padat termasuk kanker otak, payudara, leher rahim, tenggorokan, paru-paru, pankreas, prostat, kulit, dan sebagainya, bahkan juga leukemia dan limfoma. Cara dan dosisnya tergantung banyak hal, antara lain jenis kanker, lokasinya, apakah jaringan di sekitarnya rawan rusak, kesehatan umum dan riwayat medis penderita, apakah penderita menjalani pengobatan lain, dan sebagainya.
Terapi radiasi banyak jenisnya. Secara garis besar terbagi atas radiasi eksternal (menggunakan mesin di luar tubuh), radiasi internal (susuk/implant), serta radiasi sistemik yang mengikuti aliran darah ke seluruh tubuh. Yang paling banyak digunakan adalah radiasi eksternal. Sebagian merupakan perpaduan antara radiasi eksternal dan internal atau sistemik. Kedua jenis radiasi kadang diberikan bergantian, kadang bersamaan.

JENIS-JENIS RADIOTERAPI
Jenis jenis radioterapi ada 3  yaitu :
·         Jenis Radiasi Eksternal
Radiasi jenis ini bisa menghancurkan hampir semua jenis kanker dan bisa dijalani oleh pasien rawat jalan (tidak perlu opname). Juga bisa digunakan untuk menghilangkan nyeri dan gangguan lain yang lazim dialami oleh penderita kanker yang sudah metastase (menyebar).
Kadang diberikan bersamaan dengan operasi/pembedahan, yaitu kalau kankernya belum menyebar tetapi tidak bisa diangkat seluruhnya, atau dikhawatirkan akan tumbuh lagi di sekitarnya. Tindakan dilakukan setelah jaringan utama kanker diangkat, sebelum luka bedah ditutup kembali lokasi bekas kanker diradiasi. Cara yang disebut intraoperative radiation therapy (IORT) ini terutama digunakan pada kanker thyroid, usus, pankreas, dan rahim (termasuk indung telur, leher rahim, mulut rahim, dan sekitarnya).
Radiasi eksternal juga diberikan sebagai pencegahan (prophylactic cranial irradiation, PCI), misalnya pada penderita kanker paru radiasinya diarahkan ke otak supaya sel kanker tidak menjalar ke otak.Terapi radiasi eksternal tidak membuat penderita menjadi radioaktif (memancarkan radiasi ke sekitarnya). Jadi tidak berbahaya bagi orang-orang di sekitarnya.

·         Jenis Radiasi Internal (Brachytherapy)
sumber radiasi berupa susuk/implant berbentuk seperti kabel, pita, kapsul, kateter, atau butiran kecil berisi isotop radioaktif iodine, strontium 89, fosfor, palladium, cesium, iridium, fosfat, atau cobalt, yang ditanamkan tepat di jaringan kanker atau di dekatnya. Cara ini lebih efektif membunuh sel kanker sekaligus memperkecil kerusakan jaringan sehat di sekitar sasaran radiasi.
Radiasi internal sering digunakan untuk mengobati kanker di daerah kepala dan leher, thyroid, prostat, leher rahim, kandungan, payudara, sekitar selangkangan, dan di saluran kencing.Susuk radioaktif ini ada yang ditanam selama beberapa menit saja (dosis tinggi), ada yang selama beberapa hari (dosis rendah), ada juga yang dibiarkan di dalam tubuh tanpa diangkat lagi.
Selama menjalani terapi ini penderita sedikit radioaktif, khususnya di sekitar lokasi susuk, tetapi secara keseluruhan tubuh penderita tidaklah radioaktif. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, penderita perlu menjalani rawat inap dengan beberapa batasan. Misalnya, dirawat di ruang tersendiri. Pendamping boleh melayani penderita, tetapi tidak terus-menerus berada di sisinya. Begitu juga tamu yang bezuk dibatasi waktunya. Wanita hamil dan anak-anak di bawah usia 18 tahun tidak boleh berkunjung. Tetapi setelah implant radioaktif ini diambil lagi, penderita sama sekali tidak radioaktif.

·         Jenis Radiasi Sistemik

Pada radiasi sistemik, bahan radioaktif sebagai sumber radiasi ditelan seperti obat atau disuntikkan, yang kemudian mengikuti aliran darah ke seluruh tubuh. Radiasi ini digunakan untuk mengobati kanker thyroid dan non-Hodgkin’s lymphoma.

Sisa-sisa bahan radioaktif yang tak terpakai keluar dari tubuh melalui air liur, keringat, dan air kencing. Dalam kurun waktu tertentu cairan ini bersifat radioaktif, tetapi sesudahnya tidak lagi. Itu sebabnya penderita yang menjalani radiasi sistemik perlu menjalani rawat inap.

Teknik Radioterapi

Berbagai teknik radiasi terus dikembangkan untuk mendapatkan hasil yang makin optimal. Antara lain:

 

·         Radiasi Tiga Dimensi

Dengan menggunakan alat-alat canggih semacam computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), positron emission tomography (PET), atau single photon emission computed tomography (SPECT), lokasi, ukuran, dan bentuk kanker bisa diketahui dengan pasti. Berdasar data itu, kemudian dirancang suatu pola radiasi yang sesuai, sedemikian rupa sehingga pancaran radiasi bisa mengenai seluruh jaringan kanker tanpa menyentuh sel sehat di sekitarnya. Dengan cara ini radiasi bisa diberikan dalam dosis tinggi. Sering digunakan untuk mengobati kanker prostat, paru-paru, hati, nasofaring, dan beberapa jenis kanker otak.

·         Stereotactic Radiosurgery

Lazim digunakan untuk mengobati kanker otak. Penderita mengenakan alat semacam helm yang bisa memancarkan radiasi dari berbagai arah. Dengan alat ini, dosis dan sasaran radiasi bisa diukur dengan tepat, nyaris tanpa mengganggu jaringan di sekitarnya. Beda dengan bedah otak konvensional, “bedah radiasi” ini tidak sakit, tidak menyebabkan perdarahan, dan tidak mempunyai risiko infeksi.

·         Stereotactic radiotherapy

Prinsipnya mirip dengan stereotactic radiosurgery, tetapi menggunakan alat yang bisa bergerak bebas mengitari tubuh pasien. Dengan demikian bisa digunakan untuk mengobati kanker otak maupun kanker di bagian tubuh yang lain. Bedanya adalah, stereotactic radiotheraphy diberikan dalam dosis kecil beberapa kali sehari untuk mengurangi efek samping.

·         Radioimmunotherapy[

Kini radiasi juga dikombinasikan dengan imunoterapi. Antibodi khusus kanker disuntikkan ke dalam tubuh setelah sebelumnya “ditempeli” materi radioaktif. Di dalam tubuh otomatis antibodi akan mencari zat (antigen) yang diproduksi oleh sel kanker. Setelah ketemu, sel kanker dihancurkan oleh materi radioaktif yang dibawanya.

Cara ini sangat tertarget, mencegah risiko rusaknya sel sehat. Sering digunakan untuk pengobatan non-Hodgkin’s lymphoma, dan sedang dalam tahap uji klinis untuk pengobatan leukemia, kanker usus, kanker hati, paru-paru, otak, prostat, thyroid, payudara, kandungan, dan pankreas.

 

Proses Radioterapi

Terapi radiasi biasanya diberikan setiap hari, lima hari dalam seminggu, selama 6-7 minggu berturut-turut. Tergantung ukuran, lokasi, jenis kanker, kesehatan penderita secara umum, dan pengobatan lain yang diberikan. Tetapi untuk keperluan paliatif (misalnya menghilangkan nyeri pada kanker yang bemetastasis ke tulang), biasanya cukup 2-3 minggu.

Terapi itu sendiri setiap kali hanya berlangsung 1-5 menit. Penderita tidak akan merasakan apa pun selama terapi berjalan, tidak lebih seperti menjalani foto Rontgen (X-ray). Tetapi selama menjalani terapi penderita harus diam, tidak bergerak sama sekali, agar pancaran radiasinya tepat mengenai sasaran. Untuk itu bisa dibuatkan masker atau penyangga agar bagian tubuh yang akan dilakukan radioterapi tidak berubah posisi.

Persiapan

Persiapan radioterapi untuk beberapa bagian tubuh kadang diperlukan semacam topeng/cangkang (shell) untuk membuat bagian tubuh yang akan dilakukan radioterapi tidak bergerak.[1]

 

Efek Samping

Efek samping terapi radiasi tidak selalu muncul, tetapi ada yang mengalaminya, menimbulkan rasa tidak nyaman, bahkan kadang cukup parah. Ada yang merasakan beberapa hari/minggu sejak terapi dimulai (dan menghilang beberapa waktu setelah radiasi dihentikan), ada juga yang efek sampingnya baru muncul beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian. Yang begini biasanya bersifat kronik/permanen.
Berbeda dengan kemoterapi yang efeknya mengenai seluruh tubuh, khususnya sel-sel yang membelah dengan cepat, dan relatif sama dari satu orang ke orang lain, efek samping radioterapi berbeda-beda tergantung pada area tubuh yang diterapi. Yang paling umum adalah rasa lemah tak bertenaga, yang biasanya muncul beberapa minggu setelah radioterapi dimulai. Banyak yang menjadi penyebabnya. Bisa karena kurang darah, stres, kurang tidur, nyeri, kurang nafsu makan, atau capai karena setiap hari harus ke rumah sakit. Juga, selama radiasi tubuh membutuhkan banyak energi untuk memulihkan sel-sel sehat yang rusak. Setelah terapi dihentikan, efek ini lambat laun menghilang.

Perawatan Kulit

Efek samping lain yang umum terjadi adalah perubahan kulit pada area yang diterapi. Setelah beberapa kali biasanya kulit tampak merah, gosong, lama-kelamaan mengering dan gatal. Tetapi ada juga yang sebaliknya: kulit menjadi lembap, basah, dan mengalami iritasi/lecet, terutama di lipatan-lipatan tubuh. Segeralah konsultasikan kepada dokter sebelum terjadi infeksi.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk merawat kulit pada area radiasi, yakni:
Kenakan pakaian berbahan katun yang longgar. Hindari pakaian yang menempel ketat. Tanyakan dokter, bolehkah Anda menggunakan sabun, krim, lotion, salep, parfum, bedak, minyak gosok, atau apa pun pada kulit yang terkena radiasi itu. Jenis/merk apa? Jangan menggunakan perekat di area tersebut. Jika perlu memasang perban di sana, mintalah petunjuk dokter atau perawat. Jangan menggaruk, menggosok, atau menyikat kulit di area irradiasi. Gunakan air suam-suam kuku (dan sabun yang lembut, kalau boleh) untuk membasuhnya, kemudian keringkan dengan lembut dan hati-hati. Jangan menempelkan kompres hangat ataupun dingin. Jika di sana ada rambut yang perlu dicukur, gunakan pencukur listrik tanpa lotion ataupun sikat pembersih rambut. Lindungi kulit dari sinar matahari menggunakan payung atau pakaian yang ringan. Jika ingin menggunakan sunscreen/sunblock lotion, tanyakan pada dokter produk apa yang sesuai.
Biasanya efek samping yang terjadi pada kulit akan menghilang beberapa minggu setelah irradiasi dihentikan. Tetapi kadang-kadang warna kulit tetap lebih gelap dibanding sekitarnya, dan lebih sensitif terhadap sinar matahari.

Rambut Rontok

Radioterapi di daerah kepala dapat mengakibatkan rambut rontok sebagian atau seluruhnya. Tetapi setelah terapi selesai rambut akan tumbuh lagi, walau tekstur dan warnanya mungkin sedikit berbeda. Selama periode terapi sebaiknya kenakan topi lebar yang lembut atau kerudung dari bahan katun. Jika ingin mengenakan wig, pastikan bagian tepinya tidak menggesek kulit Anda.

Perawatan Mulut

Radiasi di daerah kepala dan leher kadang membuat gigi mudah keropos. Sebelum terapi dimulai sebaiknya datang ke dokter gigi untuk perawatan mulut dan gigi, begitu juga selama radiasi berjalan. Dokter gigi akan membantu mencegah munculnya efek samping di mulut seperti gigi keropos, sariawan, dan mulut kering. Beberapa hal lain yang dapat Anda lakukan adalah:
Bersihkan gusi dan gigi dengan sikat yang lembut sedikitnya 4x sehari (sesudah makan dan menjelang tidur). Gunakan pasta gigi yang mengandung fluoride tapi tidak mengandung zat-zat yang bersifat abrasif. Jika terbiasa membersihkan gigi dengan benang gigi (dental floss), bersihkan sela-sela gigi dengan hati-hati setiap hari. Larutkan ½ sendok teh garam dan ½ sendok teh baking soda dalam segelas besar air hangat, dan sering-sering berkumur dengannya. Jangan lupa bilas dengan air bersih/tawar. Oleskan fluoride secara teratur menurut petunjuk dokter gigi. Sariawan pada mulut dan tenggorokan biasanya muncul setelah 2-3 minggu radiasi dimulai, dan baru akan menghilang sekitar sebulan setelah radiasi dihentikan. Mungkin juga merasa sulit menelan, selain sakit juga karena ludah mengental menyebabkan mulut terasa kering.
Mintalah obat pada dokter/dokter gigi untuk merangsang produksi ludah dan mengurangi rasa sakit waktu menelan. Sering meneguk air dingin (namun bukan air es) atau mengunyah permen karet akan sangat membantu. Begitu juga makan makanan lunak dan berkuah.Jika memakai gigi Palsu, mungkin perlu dilepas sementara. Karena kadang gusi sedikit bengkak, sehingga gigi palsu terasa tidak nyaman bahkan mungkin melukai gusi dan menyebabkan infeksi.

Radiasi Dada dan Payudara

Radioterapi pada kanker payudara dapat menyebabkan bahu agak sulit digerakkan –mintalah nasihat pada dokter tentang senam ringan yang bisa membuatnya lemas kembali. Efek samping lainnya adalah kulit menjadi sedikit gosong, iritasi, atau bengkak. Jika Anda baru saja menjalani operasi lumpektomi atau mastektomi, selama radiasi sebaiknya tidak usah mengenakan BH. Kalau tidak enak, kenakan BH katun yang lembut tanpa kawat penyangga. 
Efek lain yang sering terjadi pada radiasi di daerah dada adalah sakit saat menelan, batuk, demam, dan sesak napas. Jika batuk berlendir, bisa jadi warna dan tekstur lendirnya berubah, tidak seperti biasanya. Tidak usah panik. Utarakan kepada dokter, yang tahu persis bagaimana mengatasinya.

Mengatasi Efek Samping Radiasi Perut

Terapi radiasi pada daerah perut dapat menyebabkan perut mulas, mual, maupun diare. Jangan minum obat apa pun kecuali dokter yang memberikan. Untuk menghindari mual, makan dengan jarak waktu 1-2 jam sebelum atau setelah radiasi. Tetapi bisa juga rasa mulas, mual, maupun diare itu hanya sekedar karena tegang menghadapi terapi itu. Usahakan bersikap santai saja.
Pada minggu ketiga atau keempat sering muncul diare. Mintalah obat pada dokter, juga nasihat tentang perubahan menu makanan. Beberapa hal berikut juga dapat membantu:
Kurangi makanan berserat seperti sayur-sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian. Lebih baik diminum sarinya saja (dijus kemudian disaring), agar tidak kekurangan vitamin dan mineral. Kurangi makanan yang menimbulkan gas, berlemak, atau terlalu berbumbu. Makan sedikit tetapi sering. Perbanyak mengonsumsi cairan bening (air, teh, kaldu, kuah sup, sari buah, dsb), hindari minuman yang mengandung caffeine. Lanjutkan diet itu sampai dua minggu sesudah radioterapi selesai. Kemudian secara bertahap makanlah diet yang wajar seperti semula.Pengaturan diet merupakan hal yang sangat penting bagi penderita yang menjalani radiasi di daerah perut. Untuk menjaga kondisi tubuh dan menggantikan nutrisi yang hilang karena muntah atau diare, upayakan selalu makan makanan padat gizi.

KEDOKTERAN NUKLIR UNTUK DIAGNOSTIK ...



Kedokteran Nuklir


Ilmu Kedokteran Nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan, untuk mempelajari perubahan fisiologi, anatomi dan biokimia, sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi dan penelitian kedokteran. Pada kedokteran Nuklir, radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien (studi invivo) maupun hanya direaksikan saja dengan bahan biologis antara lain darah, cairan lambung, urine da sebagainya, yang diambil dari tubuh pasien yang lebih dikenal sebagai studi in-vitro (dalam gelas percobaan).
Pada studi in-vivo, setelah radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien melalui mulut atau suntikan atau dihirup lewat hidung dan sebagainya maka informasi yang dapat diperoleh dari pasien dapat berupa:
  1. Citra atau gambar dari organ atau bagian tubuh pasien yang dapat diperoleh dengan bantuan peralatan yang disebut kamera gamma ataupun kamera positron (teknik imaging)
  2. Kurva-kurva kinetika radioisotop dalam organ atau bagian tubuh tertentu dan angka-angka yang menggambarkan akumulasi radioisotop dalam organ atau bagian tubuh tertentu disamping citra atau gambar yang diperoleh dengan kamera gamma atau kamera positron.
  3. Radioaktivitas yang terdapat dalam contoh bahan biologis (darah, urine dsb) yang diambil dari tubuh pasien, dicacah dengan instrumen yang dirangkaikan pada detektor radiasi (teknik non-imaging).
Data yang diperoleh baik dengan teknik imaging maupun non-imaging memberikan informasi mengenai fungsi organ yang diperiksa. Pencitraan (imaging) pada kedokteran nuklir dalam beberapa hal berbeda dengan pencitraan dalam radiologi.
Pada studi in-vitro, dari tubuh pasien diambil sejumlah tertentu bahan biologis misalnya 1 ml darah. Cuplikan bahan biologis tersebut kemudian direaksikan dengan suatu zat yang telah ditandai dengan radioisotop. Pemeriksaannya dilakukan dengan bantuan detektor radiasi gamma yang dirangkai dengan suatu sistem instrumentasi. Studi semacam ini biasanya dilakukan untuk mengetahui kandungan hormon-hormon tertentu dalam darah pasien seperti insulin, tiroksin dll.
Pemeriksaan kedokteran nuklir banyak membantu dalam menunjang diagnosis berbagai penyakitseperti penyakit jantung koroner, penyakit kelenjar gondok, gangguan fungsi ginjal, menentukan tahapan penyakit kanker dengan mendeteksi penyebarannya pada tulang, mendeteksi pendarahan pada saluran pencernaan makanan dan menentukan lokasinya, serta masih banyak lagi yang dapat diperoleh dari diagnosis dengan penerapan teknologi nuklir yang pada saat ini berkembang pesat.
Disamping membantu penetapan diagnosis, kedokteran nuklir juga berperanan dalam terapi-terapi penyakit tertentu, misalnya kanker kelenjar gondok, hiperfungsi kelenjar gondok yang membandel terhadap pemberian obat-obatan non radiasi, keganasan sel darah merah, inflamasi (peradangan)sendi yang sulit dikendalikan dengan menggunakan terapi obat-obatan biasa. Bila untuk keperluan diagnosis, radioisotop diberikan dalam dosis yang sangat kecil, maka dalam terapi radioisotop sengaja diberikan dalam dosis yang besar terutama dalam pengobatan terhadap jaringan kanker dengan tujuan untuk melenyapkan sel-sel yang menyusun jaringan kanker itu.
Di Indonesia, kedokteran nuklir diperkenalkan pada akhir tahun 1960an, yaitu setelah reaktor atom Indonesia yang pertama mulai dioperasikan di Bandung. Beberapa tenaga ahli Indonesia dibantu oleh tenaga ahli dari luar negeri merintis pendirian suatu unit kedokteran nuklir di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknik Nuklir di Bandung. Unit ini merupakan cikal bakal Unit Kedokteran Nuklir RSU Hasan Sadikin, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Menyusul kemudian unit-unit berikutnya di Jakarta (RSCM, RSPP, RS Gatot Subroto) dan di Surabaya (RS Sutomo). Pada tahun 1980-an didirikan unit-unit kedokteran nuklir berikutnya di RS sardjito (Yogyakarta) RS Kariadi (Semarang), RS Jantung harapan Kita (Jakarta) dan RS Fatmawati (Jakarta). Dewasa ini di Indonesia terdapat 15 rumah sakit yang melakukan pelayanan kedokteran nuklir dengan menggunakan kamera gamma, di samping masih terdapat 2 buah rumah sakit lagi yang hanya mengoperasikan alat penatah ginjal yang lebih dikenal dengan nama Renograf


Kamis, 16 Januari 2014

HERNIA NUKLEUS PULPOSUS


BAB II
PEMBAHASAN
2.1           Definisi
                Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana sebagian atau keseluruhan dari nukleus pulposus yang terdapat di tengah-tengah diskus intervertebralis menonjol keluar dari bagian yang lemah pada diskus kedalam kanalis spinalis gangguan akibat merembes atau melelehnya (hernia) lapisan atau bantalan permukaan ruas tulang belakang (nucleus pulposus) dari ruang antar ruas tulang (discus intervertebralis). Hernia Nucleus Pulposus (HNP) atau dikenal juga dengan Prolapsed Intervertebral Disc (PID) adalah suatu penyakit dimana bantalan lunak diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nucleus Pulposus) mengalami tekanan dan pecah, sehingga terjadi penyempitan dan terjepitnya urat-urat syaraf yang melalui tulang belakang kita.
                Penyakit ini dapat terjadi pada seluruh ruas tulang belakang kita mulai dari tulang leher sampai tulang ekor (cervical, thoracal, lumbal atau sacrum). Daerah sakitnya tergantung di mana terjadi penjepitan, semisal di leher maka akan terjadi migrain atau sakit sampai ke bahu. Bisa juga terjadi penjepitan di tulang ekor, maka akan terasa sakit seperti otot tertarik pada bagian paha atau betis, kesemutan, bahkan sampai pada kelumpuhan. Penyakit ini juga sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 –S1 kemudian pada C5-C6 dan paling jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja tapi kejadiannya meningkat dengan umur setelah 20 tahun.


2.2          Penyebab
                Penyebab HNP sendiri bermacam-macam, mulai dari gerakan yang salah sehingga tulang punggung mengalami penyempitan kebawah, ada juga yang karena sering membawa beban berat pada masa pertumbuhan sehingga pada saat dewasa tulang punggungnya menyempit dan menjepit saraf, dan juga kebiasaan sikap tubuh yang salah selama bertahun-tahun sehingga terjadi penyempitan pada tulang punggung dan penjepitan pada saraf. Dapat juga disebabkan oleh faktor pekerjaan dan aktivitas misalnya duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik barang-barang berat, sering membungkuk atau gerakan memutar pada punggung, latihan fisik yang terlalu berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti supir, dan lain-lain. Hal-hal berikut juga dapat menyebabkan HNP yaitu olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama. merokok dimana nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus untuk menyerap nutrient yang diperlukan dalam darah serta berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat menyebabkan strain pada punggung bawah.
2.3          Anatomi dan Fisiologi

Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk colum vertical yang terbentang dari dasar otak, keluar dari rongga cranium melalui foramen magnum, masuk ke canalis sampai setinggi segmen lumbal 2. Medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan kanan) yang terdiri atas : 8 pasang saraf cervical, 5 pasang saraf thorakal, 5 pasang saraf lumbal, 5 pasang saraf sacral dan 1 pasang saraf cogsigeal. Penampang melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian bagian yaitu substansia grisea (badan kelabu) dan substansia alba. Substansia grisea mengelilingi canalis centralis sehingga membentuk kolumna dorsalis, columna lateralis dan columna ventralis. Columna ini menyerupai tanduk yang disebut conv. Substansia alba mengandung saraf myelin (akson). Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antar corpus vertebra yang berdekatan, sendi antar arkus vertebra, sendi kortovertebralis, dan sendi sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan discus intervertebralis menghubungkan corpus vertebra yang berdekatan. Diantara corpus vertebra mulai dari cervikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat discus intervertebralis. Discus-discus ini membentuk sendi fobrokartilago yang lentur antara dua vertebra. Discus intervertebralis terdiri dari dua bagian pokok : nucleus pulposus di tengah dan annulus fibrosus disekelilingnya. Discus dipisahkan dari tulang yang diatas dan dibawahnya oleh lempengan tulang rawan yang tipis. Diskus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra satu sama lain dari servikal sampai lumbal/sacral. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan peredam kejut. Diskus intervertebralis terdiri dari dua bagian utama yaitu :
a.             Annulus fibrosus, yang terbagi menjadi tiga lapis yaitu lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan menyilang konsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya seakan-akan menyerupai gulungan per, lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagneus, dan daerah transisi. Serat annulus dibagian anterior diperkuat oleh ligament longitudinal anterior yang kuat sehingga discus intervertebralis tidak mudah menerobos daerah ini. Pada bagian posterior serat-serat annulus paling luar dan tengah sedikit dan ligamentum longitudinal posterior kurang kuat sehingga mudah rusak. Mulai daerah lumbal 1 ligamentum longitudinal posterior makin mengecil sehingga pada ruang intervertebra L5-S1 tinggal separuh dari lebar semula sehingga mengakibatkan mudah terjadinya kelainan didaerah ini.
b.             Nucleus pulposus, yang merupakan bagian tengah discus yang bersifat semigetalin, nucleus ini mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan. Juga berperan penting dalam pertukaran cairan antar discus dan pembuluh-pembuluh kapiler. Nukleus pulposus adalah suatu gel yang mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai sifat sangat higroskopis. Nukelus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan berperan menahan tekanan/beban. Kemampuan menahan air dan dari nukleus pulposus berkurang secara progresif dengan bertambahnya usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang ditandai dengan penurunan vaskularisasi kedalam diskusi disertai berkurangnya kadar air dalam nukleus sehingga diskus mengkerut, sebagai akibatnya nukelus menjadi kurang elastis. Pada diskus yang sehat, bila mendapat tekanan maka nukleus pulposus menyalurkan gaya tekan kesegala arah dengan sama besar. Kemampuan menahan air mempengaruhi sifat fisik dari nukleus. Penurunan kadar air nukleus mengurangi fungsinya sebagai bantalan, sehingga bila ada gaya tekan maka akan disalurkan ke annulus secara asimetris akibatnya bisa terjadi cedera atau robekan pada annulus.
2.4          Patogenesis
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami hernisasi pulposus, kandungan air diskus berkurang bersamaan dengan bertambahnya usia. Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang membantu perubahan yang mengakibatkan herniasi nukleus purpolus melalui anulus dengan menekan akar – akar syaraf spinal. Pada umumnya harniassi paling besar kemungkinan terjadi di bagian koluma yang lebih mobil ke yang kurang mobil (Perbatasan Lumbo Sakralis dan Servikotoralis) (Sylvia,1991, hal.249).
Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara VL 4 sampai L 5, atau L5 sampai S1. arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks saraf pada daerah lumbal miring kebawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena neuralis, maka herniasi discus antara L 5 dan S 1.
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan kadar protein yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intra distal meningkat, menyebabkan ruptur pada anulus dengan stres yang relatif kecil.
Sedang M. Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara langsung atau tidak langsung pada diskus inter vertebralis akan menyebabkan komprensi hebat dan transaksi nukleus pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan mencari jalan keluar, dan melalui robekan anulus tebrosus mendorong ligamentum longitudinal terjadilah herniasi.       
Patogenesis HNP tidak hanya melibatkan proses mekanik tetapi juga proses inflamasi. Proses mekanik dimulai tingkat hidrasi nukleus pulposus yang berkurang dan kekuatan ligamen melemah hingga struktur anulus fibrosus yang irregular terutama di bagian posterior. Munculnya molekul-molekul proinflamasi semakin memperburuk degenerasi diskus. Akibatnya, nukleus pulposus "keluar" dari tempatnya.
2.5          Prosedur Diagnosis
                Ada berbagai macam prosedur diagnosis yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah kita mengalami HNP atau tidak, yaitu :
a.                    Laboratorium melalui pemeriksaan daerah rutin dan cairan cerebrospinal.
b.                    Foto polos lumbosakral dapat memperlihatkan penyempitan pada keping sendi.
c.                    CT scan lumbosakral dapat memperlihatkan letak disk protusion.
d.                    MRI dapat memperlihatkan perubahan tulang dan jaringan lunak di vertebra serta herniasi.
e.                    Myelogram dapat menunjukkan lokasi lesi untuk menegaskan pemeriksaan fisik sebelum pembedahan.
f.                     Elektromyografi yang dapat menunjukkan lokasi lesi meliputi bagian akar saraf spinal.
g.                    Epidural venogram yang dapat menunjukkan lokasi herniasi.
h.                    Lumbal functur untuk mengetahui kondisi infeksi dan kondisi cairan cerebrospinal.
2.6          Gambaran Klinis
                

HNP lebih sering terjadi pada lumbal, sacrum dan cervical. Nyeri yang disebabkan oleh HNP dikenal sebagai iskhialgia diskogenik atau siatika, yaitu nyeri sepanjang perjalanan nervus ischiadikus. Level segmen tulang belakang yang terkena akan mempengaruhi daerah nyeri sesuai distribusi dermatom. Nyeri digambarkan sebagai nyeri yang tajam, berpangkal pada bagian bawah pinggang dan menjalar ke lipatan bokong tepat di pertengahan garis tersebut. Dari titik tersebut ke lipatan lutut terasa ngilu, dan dari lipatan lutut ke maleolus eksterna terasa kurang enak atau parestesia atau hipestesia. Pada kasus yang lebih parah, dapat terjadi defisit motorik dan melemahnya refleks. Jika radiks yang terkena penonjolan diskus adalah L5-S1, maka ujung nyeri iskhialgik adalah hipestesia atau parestesia yang melingkari maleolus eksternus dan menuju ke jari kaki ke-4 dan ke-5. Diskus yang mengalami herniasi dapat menekan ujung saraf di kauda equine sehingga dapat menyebabkan sindrom kauda equina dimana terjadi saddle anasthesia sehingga menyebabkan nyeri kaki bilateral, hilangnya sensasi perianal (anus), paralisis kandung kemih, dan kelemahan otot sfingter. Sakit pinggang yang diderita pun akan semakin parah jika duduk, membungkuk, mengangkat beban, batuk, meregangkan badan, dan bergerak. Syndrom perkembangan lengkap syndrom sendi intervertebral lumbalis yang prolaps terdiri dari kekakuan/ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki. Kombinasi paresthesiasi,  lemah, dan kelemahan  refleks. Gambaran klinis hernia cervicalis adalah parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas (sevikobrachialis), atrofi di daerah biceps dan triceps, refleks biceps yang menurun atau menghilang dan otot-otot leher menjadi kaku. Berikut adalah tanda dan gejala yang di timbulkan :
1)              Nyeri punggung yang menyebar ke ekstremitas bawah.
2)            Spasme otot.
3)            Peningkatan rasa nyeri bila batuk, mengedan, bersin, membungkuk, mengangkat beban berat, berdiri secara tiba-tiba.
4)             Kesemutan, kekakuan, kelemahan pada ekstremitas.
5)            Deformitas.
6)            Penurunan fungsi sensorik dan motorik.
7)             Konstipasi, kesulitan saat defekasi dan berkemih.
8)            Tidak mampu melakukan aktifitas yang biasanya dilakukan.
2.7          Diferensial Diagnosis
                Diferensial diagnosis atau sering disingkat DD adalah metode sistematis yang digunakan untuk mengidentifikasi kondisi, sindrom atau gangguan yang menyebabkan pasien tanda-tanda dan gejala atau proses dimana kondisi tertentu atau keadaan, yang disebut masalah yang diajukan atau keluhan utama, yang diperiksa dalam hal yang mendasari faktor penyebab dan fenomena rangkap sebagai dilihat oleh perspektif disipliner yang sesuai dan menurut beberapa paradigma teoritis atau kerangka acuan, dan dibandingkan untuk kategori diketahuinya suatu patologi. DD dilakukan oleh para ahli misalnya dokter atau psikiater. DD dari penyakit HNP adalah strain lumbal, tumor dan rematik.
2.8          Komplikasi
                Komplikasi dari HNP adalah kelemahan dan atrofi otot, trauma serabut syaraf dan jaringan lain, kehilangan kontrol otot sphinter, paralis / ketidakmampuan pergerakan, perdarahan dan infeksi serta inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal.
2.9          Pengobatan
                Pengobatan HNP dapat melalui 2 cara yaitu terapi dan operasi. Pererapan terapi pada pasien HNP dapat berupa konservatif: istirahat mutlak di tempat tidur, terapi farmakologis, fisioterapi, latihan, traksi, dan korset pinggang. Terapi operatif dilakukan jika ditemukan indikasi, antara lain terdapat sindrom kauda equine, mengalami defisit neurologis progresif, mengalami defisit neurologis yang nyata, dan rasa sakit yang menetap dan semakin parah empat sampai enam minggu setelah terapi konservatif. Sedangkan jika dilakukan operasi, jenis pembedahan yang bisa dilakukan pada pasien HNP adalah Laminektomi (pemotongan sebagian lamina di atas atau di bawah saraf yang tertekan), Laminektomi (pemotongan sebagian besar lamina atau vertebra), dan Disektomi (pemotongan sebagian atau keseluruhan diskus intervertebralis). Sementara, ada juga yang disebut Minimally Invasive Operation. Dengan cara ini, insisi yang diperlukan tidak lebar, dimungkinkannya visualisasi lokasi patologi melalui mikroskop atau endoskop, trauma pembedahan yang dialami pasien jauh lebih sedikit, dan pasien dapat pulih lebih cepat.

EFEK RADIASI PADA TUBUH MANUSIA ...


Efek Radiasi pada Tubuh Manusia


Pendahuluan
Penggunaan radiasi dalam dunia kedokteran terus menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu. Dalam dunia kedokteran, radiasi menjadi salah satu alat penunjang yang sangat penting, yang pemanfaatannya meliputi tindakan-tindakan radiodiagnosis, radioterapi, dan kedokteran nuklir. Ketiga jenis radiasi tersebut mempunyai sumber radiasi yang spesifikasi fisiknya berbeda-beda dengan faktor risiko yang berbeda-beda pula.
Untuk itu, semua pemakaian radiasi, baik untuk diagnosis, terapi, maupun kedokteran nuklir, harus selalu melalui proses justifikasi dan optimasi agar pasien mendapatkan keuntungan sebesar mungkin dengan risiko sekecil mungkin. Pengkajian risiko akibat paparan radiasi biasanya didasarkan pada konsep dosis efektif yang diterima oleh tubuh.
Interaksi berkas sinar/radiasi dengan tubuh selalu menghasilkan suatu distribusi dosis dalam organ tubuh yang sangat sulit diukur secara langsung, sehingga penyerapan energi langsung pada tubuh akan terlihat melalui efek-efek biologis radiasi, baik secara langsung (dalam jam, hari, minggu) maupun tidak langsung (dalam bulan atau tahun).

Anatomi Dasar Sel Manusia
Tubuh manusia pada prinsipnya terdiri dari berjuta-juta sel. Sel manusia terdiri atas 2 (dua) bagian besar, yakni inti (nukleus) dan plasma sel (sitoplasma). Inti (nukleus) dilapisi oleh sebuah membran yang mempunyai pori-pori yang memungkinkan terjadinya perpindahan bahan-bahan dari dalam inti sel ke plasma atau sebaliknya. Lapisan yang membungkus inti ini dinamakan "nuclear membrane", sedangkan pori-porinya dinamakan "nuclear pore". Lapisan tipis ini juga memungkinkan perpindahan bahan-bahan dari satu sel ke sel lainnya.
Organ sel yang terdapat di dalam inti sel :
  1. Nukleus, yakni suatu organ dalam inti yang terlihat jelas di dalam sel. Peranannya belum diketahui dengan pasti, namun dicurigai kemungkinan berperan dalam pembedahan sel (mutasi).
  2. Kromosom, adalah organ sel yang mempunyai peranan penting bagi penyimpanan segala informasi yang berhubungan dengan masalah keturunan atau karakteristik dasar manusia (bears of hereditary information).
Dalam sel-sel tubuh manusia terdapat 23 pasang kromosom. Dari 23 pasangan kromosom, 22 pasangan di antaranya mempunyai bentuk umum yang sama, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Sedang pasangan yang ke-23 mempunyai bentuk yang berbeda. Oleh sebab itu, satu pasangan yang berbeda ini dinamakan kromosom seks (sex cromosome), sedangkan 22 pasangan kromosom lainnya dinamakan outsome.
Setiap individu kromosom, baik outsome ataupun kromosom seks, pada dasarnya terbentuk dari suatu rangkaian yang panjang sekali dari bahan kimiawi, yang dinamakan sebagai molekul deoxyribose nucleid acid atau DNA. Ia merupakan pemegang utama instruksi genetik atau informasi herediter dari sel-sel tersebut. Bila dirinci lebih jauh, sebuah kromosom pada dasarnya terdiri atas bagian-bagian yang lebih kecil yang dinamakan gen.

Beberapa Faktor yang Mengakibatkan Terjadinya Efek Radiasi pada Tubuh
Radiasi dapat mengganggu fungsi normal tubuh manusia, dari taraf yang paling ringan hingga fatal. Derajat taraf ini tergantung pada beberapa faktor:
  1. Jenis radiasi
    • Radiasi eksterna: merupakan radiasi yang berasal dari luar tubuh manusia yang dapat memberikan radiasi total pada tubuh atau partial/sebagian. Radiasi dari sumber alpha dan beta yang berkekuatan kurang dari 65 KeV, tidak cukup kuat untuk menembus kulit manusia, sehingga tidak berbahaya. Radiasi dari sumber sinar-X dan gamma serta neutron lain yang lebih besar dari 65 KeV, cukup kuat untuk menembus kulit manusia sehingga cukup berbahaya.
    • Radiasi interna, adalah masuknya radionuklida pada tubuh manusia melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan luka pada kulit.
  2. Lamanya penyinaran.
  3. Jarak sumber dengan tubuh.
  4. Ada tidaknya penghalang antara sumber dengan tubuh.
Interaksi Radiasi dengan Tubuh Manusia
Apabila tubuh manusia terkena radiasi maka partikel-partikel radiasi akan secara langsung mengadakan interaksi dengan bagian yang terkecil dari sel, yakni atom-atom yang ada di sel. Adapun interaksi tersebut dapat berlangsung secara langsung maupun tidak langsung.
Interaksi langsung terjadi apabila penyerapan energi langsung pada molekul-molekul organik dalam sel yang mempunyai arti biologik penting, seperti DNA. Sedangkan interaksi radiasi tidak langsung terjadi bila interaksi radiasi dengan molekul-molekul air dalam sel berlangsung lebih dahulu, kemudian efeknya mengenai molekul-molekul organik yang penting. Hal ini terjadi karena 80% tubuh manusia terdiri dari air. Akibat interaksi ini, terjadi proses ionisasi atau eksitasi atom-atom dalam sel yang bisa menyebabkan terjadinya perubahan struktur kimiawi dari molekul DNA, atau terjadi mutasi titik (point mutation) dalam sel tersebut. Ini menyebabkan perubahan yang berat dari struktur kromosom (chromosome aberration).
Perubahan struktur kromosom kemungkinan menyebabkan kerusakan pada tingkatan tertentu dalam suatu organ. Hal ini akan terjadi pada sel yang peka terhadap radiasi (sensitive organ). Namun, bisa terjadi sebaliknya, yaitu akibat interaksi dengan radiasi bisa sembuh dengan sendirinya melalui proses biologis dalam sel, disebut dengan proses perbaikan sendiri (cell repair). Hal ini tergantung pada kemampuan dan macam sel yang bersangkutan. Jika perbaikannya tidak sempurna, akan menghasilkan sel yang tetap hidup, tetapi sudah berubah. Di lain pihak partikel radiasi dapat pula mengadakan interaksi dengan molekul air dalam sebuah sel. Dimungkinkan juga terjadi perubahan-perubahan sehingga terbentuk molekul-molekul baru, yaitu H2O2 dan HO2 yang amat beracun yang mengakibatkan kerusakan-kerusakan jaringan tubuh.
Selain melalui kedua proses tersebut, radiasi dapat pula menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi kimiawi lain dalam organ atau jaringan tubuh, seperti reaksi protein denaturalisasi dan perubahan enzimatis. Juga reaksi hormonal dalam jaringan, yang pada akhirnya akan lebih mempercepat proses kerusakan yang kronis dan tetap, terutama pada organ-organ yang tetap.
Efek Biologis Akibat Interaksi antara Radiasi dan Jaringan Tubuh Manusia
Kemungkinan terjadinya efek biologis akibat interaksi radiasi dan jaringan tubuh manusia (terlepas dari berat atau ringannya akibat biologis tersebut), berbanding selaras dengan besarnya dosis radiasi yang mengenai jaringan tersebut. Semua dosis radiasi, besar atau kecil, bisa mengakibatkan pengaruh terhadap jaringan tubuh atau sel. Pengaruh dosis hanya diasosiasikan dengan besarnya kemungkinan bahwa akan terjadi suatu perubahan dalam suatu sel atau jaringan yang terkena radiasi tersebut, yang biasa disebut dengan "efek stokastik". Efek stokastik ini biasanya mempunyai kelainan dari organ yang bersifat kronis yang biasanya dihubungkan dengan terjadinya perubahan-perubahan genetik dalam sel-sel tersebut.
Selain dikenal dengan efek stokastik, juga dikenal dengan efek deterministik atau non-stokastik, yaitu jika sel dalam organ atau jaringan banyak yang mati atau tidak dapat lagi bereproduksi dan berfungsi secara normal, fungsi organ akan hilang. Hilangnya fungsi itu akan semakin parah bila jumlah sel yang menderita akibat bertambah.
Beberapa efek biologi pada tubuh manusia :
  1. Efek genetik
    Efek biologi dari radiasi ionisasi pada generasi yang belum lahir disebut efek genetik. Efek ini timbul karena kerusakan molekul DNA pada sperma atau ovarium akibat radiasi. Atau, bila radiasi berinteraksi dengan makro molekul DNA, dapat memodifikasi struktur molekul ini dengan cara memecah kromosom atau mengubah jumlah DNA yang terdapat dalam sel melalui perubahan informasi genetik sel.
    Tipe ini dapat menimbulkan penyakit genetik yang diteruskan ke generasi berikutnya.
  2. Efek somatik
    Bila organisme (seperti manusia) yang terkena radiasi mengalami kerusakan biologi sebagai akibat penyinaran, efek penyinaran tersebut diklasifikasikan sebagai efek somatik. Efek ini tergantung pada lamanya terkena radiasi sampai pertama timbulnya gejala kerusakan radiasi. Selanjutnya diklasifikasikan sebagai efek somatik jangka pendek atau jangka panjang.
Efek somatik jangka pendek
Efek ini timbul dalam waktu beberapa menit, jam, atau minggu sejak penyinaran radiasi. Efek dari dosis yang tinggi terlihat dengan gejala: mual, lemas, eritema (kemerahan abnormal di kulit), epilasi (rontoknya rambut), gangguan darah, gangguan entistimal, demam dan terkelupasnya lapisan luar kulit, berkurangnya jumlah sperma pada pria, kemandulan tetap atau sementara dari wanita dan pria, serta kerusakan sistem syaraf pusat (pada dosis radiasi yang sangat tinggi). Beberapa efek somatik jangka pendek:
  1. Sindrom radiasi akut
    Sindrom radiasi akut terjadi setelah seluruh tubuh manusia menerima dosis radiasi ionisasi yang besar dalam waktu singkat. Sindrom radiasi akut ini termanifestasi dalam 4 tahap:
    • Tahap prodromal: terjadi beberapa jam setelah penyinaran, dengan ciri-ciri mual, muntah, diare, dan lemas.
    • Tahap laten: gejala seperti tahap prodromal, sudah tidak terlihat dalam satu minggu.
    • Tahap manifes: gejala ini terlihat pada akhir minggu pertama atau setelah tahap laten. Beberapa gejalanya antara lain bingung, epilasi, haus, diare yang parah, demam, infeksi, perdarahan, dan gangguan kardiovaskular.
    • Tahap kesembuhan atau kematian: setelah mengalami ketiga tahap tersebut, kemungkinan yang akan terjadi adalah kesembuhan atau kematian. Kematian terjadi apabila seluruh tubuh menerima penyinaran dosis subtotal sebesar 2-3 Gray (200-300 rad), sedang kesembuahan terjadi dalam waktu 3 bulan.
  2. Sindrom hematopoetik (sindrom tulang)
    Terjadi setelah tubuh manusia menerima dosis radiasi sebesar 1-10 Gray (100-1000 rad). Penyinaran ini menyebabkan jumlah sel darah putih, sel darah merah, dan platelet dalam aliran darah akan berkurang. Juga dapat menimbulkan kerusakan sel-sel lain dalam organ sehingga sistem organ gagal berfungsi atau tubuh kehilangan kemampuan melawan infeksi. Dengan demikian, tubuh akan makin mudah terserang infeksi yang akhirnya mengalami perdarahan.
  3. Sindrom gastrointestinal
    Pada manusia, sindrom gastrointestinal timbul pada dosis 1 Gray (100 rad), dengan gejala-gejala mual yang parah, muntah, diare, hilangnya nafsu makan, perdarahan pada saluran GI, infeksi, lemas, demam, anemia, ketidakseimbangan elektrolit, dan hilangnya cairan tubuh yang kemudian berakibat fatal, yaitu meninggal. Kejadian tersebut terjadi dalam waktu 3--5 hari setelah penyinaran.
  4. Sindrom sistem saraf pusat
Merupakan radiasi akut karena dosis yang diterima sekitar 50 Gray(5000 rad). Orang yang terkena radiasi ini akan menunjukkan gejala dis-orientasi serta syok, diiringi mual yang parah, muntah, diare cair, terkaget-kaget disertai bingung dan kurang terkoordinasi, serta rasa terbakar pada kulit. Juga edema, hilangnya keseimbangan, lemas, kejang-kejang, ketidakseimbangan elektrolit, frustrasi, koma, dan kematian karena gangguan kardiovaskular. Hasil akhir dari kerusakan ini adalah kegagalan sistem saraf pusat yang menimbulkan kematian segera.
Efek somatik jangka panjang
Efek ini timbul beberapa bulan atau tahun setelah terkena radiasi. Efek ini timbul akibat dosis radiasi yang tinggi atau dosis rendah yang kronis selama bertahun-tahun terhadap seluruh atau sebagian tubuh. Ada 4 tipe efek somatik jangka panjang:
  1. Karsinogenesis
    Kanker pada manusia karena radiasi dapat timbul setelah 5 tahun atau lebih. Namun, sulit membedakan antara karena radiasi atau penyebab yang lain, karena keadaan fisiknya tidak berbeda. Contoh kanker karena radiasi antara lain: (a) Beberapa pekerja industri-industri pembuatan jarum radium di beberapa pabrik; (b) Pekerja tambang uranium; (c) Pekerja radiasi medis yang ceroboh dalam pekerjaannya.
  2. Nodola dan karsinoma tiroid
    Terjadi setelah 20 tahun kemudian, akibat radiasi sinar-X yang harus diterima dengan dosis terapeutik (1.2 - 60 Gray).
  3. Katarogenesis
    Dosis radiasi ionisasi yang mengenai tubuh sebesar 1 Gray (100 rad) atau lebih dapat mendorong pembentukan katarak (opositas lensa mata). Hal ini berakibat kebutaan.
  4. Embriologi
    Semua makhluk hidup sangat sensitif terhadap radiasi selama tahap embrionik.
    Periode pembuahan, di mana embrio atau fetus terkena radiasi, dapat menimbulkan kematian atau gangguan kongenital tertentu. Perkembangan embrionik dalam kandungan dapat dibagi menjadi 3 tahap: Pertama, yaitu preimplantasi dan implantasi yang dimulai sejak proses pembuahan yang terjadi sampai umur 2 minggu. apabila terkena radiasi maka akan terjadi kematian pada embrionik tersebut. Kedua, yaitu organosis pada masa kehamilan 2-7 minggu. Efek yang mungkin timbul berupa malformasi tubuh dan kematian neonatal. Ketiga, yaitu tahap fetus pada usia kehamilan 8-40 minggu. Efek yang mungkin timbul berupa retardasi pertumbuhan dan retardasi mental. Risiko yang paling berat adalah terjadinya leukemia pada masa anak-anak.
Penutup
Menurut International Commision Radiation Protection (ICRP-60) untuk orang dewasa sehat, dosis yang menyebabkan kematian pada 50% populasi yang terpajan radiasi seluruh tubuh dalam waktu 60 hari (Lethal Dose 50/60) berkisar antara 2,5-5 Gray (2500-5000 rad), dengan dosis rerata sekitar 3,5 Gray (3500 rad). Dengan demikian, seseorang diharapkan tidak akan mengalami kematian setelah terpajan radiasi seluruh tubuh dengan dosis di bawah 1 Gray (1000 rad) selama individu tersebut tidak dalam kondisi sakit sebelum terkena pajanan radiasi.
Bila dosis yang diterima antara 6-10 Gray, kebanyakan individu akan mengalami kematian, kecuali bila segera mendapat penanganan medis yang tepat untuk mencegah terjadinya infeksi dan perdarahan. Di atas 10 Gray, kematian akan terjadi meskipun telah dilakukan usaha seperti transplantasi sumsum tulang dari donor yang sesuai.
Agar efek biologis akibat radiasi tidak terjadi, atau bila harus terjadi di bawah dosis ambang, dalam pelaksanaan diperlukan prosedur penggunaan untuk menjamin terhindarnya dari pajanan radiasi .
Daftar Pustaka
  1. Alan martin & Samuael A Habirsonm. Radiation Protection ,Third Edition.1986, 29 West 35 th Street, New York NY 1001
  2. Cris Edward.MA Statkiewicz,E Rassel Ritenoar Radiation Protection for Dental Radiographers, 1984 by CV Mosbay Company
  3. Diklat Proteksi radiasi Departemen Kesehatan, Bahaya Radiasi bagi Manusia, 1985, Jakarta, Badan tenaga Atom Nasional.
  4. Fuad Amsyari. Radiasi Dosis Rendah dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan, 1989 Surabaya,Airlangga University Press.
  5. Suwarno Wiryosimin, Mengenal Asas Proteksi Radiasi , 1995 Bandung, ITB.
  6. Zubaidah Alatas, Status Mutakhir Efek Biologi Radiasi, Buletin ALARA,Volume 3,3 April 2001, Jakarta, Puslit Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional.